Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON/BAGHDAD. Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (11 Juni 2025) mengumumkan pemindahan sebagian personel AS dari kawasan Timur Tengah, dengan alasan meningkatnya potensi ancaman keamanan.
Dalam pernyataannya, Trump menegaskan bahwa Iran tidak akan diizinkan memiliki senjata nuklir, menyebut kawasan tersebut sebagai “tempat yang bisa menjadi berbahaya.”
Evakuasi Bertahap dan Imbauan Perjalanan
Reuters melaporkan bahwa pemerintah AS tengah mempersiapkan evakuasi sebagian personel dari Kedutaan Besar di Irak serta memberikan izin keberangkatan sukarela bagi keluarga militer dari berbagai pangkalan di kawasan, termasuk di Bahrain dan Kuwait.
Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan imbauan perjalanan terbaru yang menyatakan bahwa pada 11 Juni, keberangkatan personel pemerintah AS non-darurat telah diperintahkan karena meningkatnya ketegangan regional.
Baca Juga: Marinir AS akan Dikerahkan ke Jalanan Los Angeles, Diizinkan Menahan Warga Sipil
Kabar ini menyebabkan harga minyak global melonjak lebih dari 4%, dengan Brent crude mencapai $69,18 per barel, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap potensi konflik regional.
Ketegangan Meningkat: Iran, Israel, dan Diplomasi yang Mandek
Langkah evakuasi ini dilakukan di tengah mandeknya upaya diplomatik antara Washington dan Teheran terkait program nuklir Iran. Trump mengungkapkan pesimismenya bahwa Iran akan menghentikan proses pengayaan uranium, sebuah tuntutan utama dari AS.
"Sangat sederhana: mereka tidak boleh memiliki senjata nuklir," ujar Trump kepada wartawan.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh, memperingatkan bahwa jika Iran diserang, pihaknya akan membalas dengan menyerang pangkalan-pangkalan militer AS di kawasan tersebut.
Intelijen AS juga menyebut bahwa Israel tengah mempersiapkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, memperburuk ketegangan antara dua musuh bebuyutan di kawasan itu.
Posisi Militer dan Respons Regional
AS mempertahankan kehadiran militer di kawasan kaya minyak tersebut, dengan pangkalan utama di Irak, Qatar, Kuwait, Bahrain, dan Uni Emirat Arab.
Baca Juga: Hadiri Les Miserables, Trump Disambut Sorakan dan Ejekan di Kennedy Center
Seorang pejabat AS menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam operasi di Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, pangkalan terbesar AS di Timur Tengah. Kedutaan AS di Kuwait juga menyatakan bahwa operasinya berjalan normal.
Namun demikian, otoritas militer telah memberikan izin bagi keluarga personel militer untuk meninggalkan kawasan, khususnya dari Bahrain, tempat sebagian besar keluarga tersebut tinggal.
Situasi di Irak dan Risiko Keamanan
Meski pemerintah AS telah menginstruksikan keberangkatan personel non-darurat dari Kedutaan Besar di Baghdad, pemerintah Irak menyatakan tidak melihat indikasi ancaman keamanan signifikan yang memerlukan evakuasi.
Irak menjadi titik sensitif dalam ketegangan regional, mengingat negara ini menjadi tuan rumah bagi 2.500 tentara AS serta memiliki milisi-milisi yang berafiliasi dengan Iran yang terlibat dalam pasukan keamanan resmi.
Baca Juga: Donald Trump Bersedia Perpanjang Batas Waktu 8 Juli untuk Negosiasi Dagang
Sejak meletusnya perang di Gaza pada Oktober 2023, kelompok-kelompok bersenjata pro-Iran di Irak telah beberapa kali menyerang pasukan AS, meski intensitas serangan menurun dalam setahun terakhir.
Ancaman terhadap Navigasi dan Stabilitas Regional
Inggris memperingatkan bahwa meningkatnya ketegangan dapat berdampak pada aktivitas maritim, khususnya di Selat Hormuz, Teluk Oman, dan Teluk Persia. Otoritas Inggris menganjurkan kapal-kapal untuk meningkatkan kewaspadaan saat melewati perairan yang berbatasan langsung dengan Iran.
Kantor Luar Negeri Inggris menyatakan akan terus memantau perkembangan dan mengevaluasi keberadaan staf diplomatik di Irak secara berkala.