Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Charoen mengatakan baht baru-baru ini terapresiasi sebesar 2% dalam satu hari, membuat eksportir enggan menjual. Sementara pembeli beralih ke pesaing untuk mendapatkan keuntungan dari nilai tukar yang lebih menguntungkan.
"Kami menginginkan stabilitas baht," ujarnya.
"Eksportir biasanya menunggu 1-3 bulan sebelum pembayaran dilakukan. Jika kami menjual beras hari ini dengan nilai tukar 31 baht per dolar, dan baht terapresiasi menjadi 30 per dolar dalam tiga bulan, kami akan menderita kerugian," lanjutnya.
Selain itu, Charoen mengatakan ada kekhawatiran atas rencana India untuk melepas sekitar 20 ton beras ke pasar, yang akan menambah tekanan.
Tonton: Sepakat Gencatan Senjata, Thailand dan Kamboja Langsung Nego Tarif Trump
Menurut Departemen Perdagangan Luar Negeri, Thailand mengekspor 4,30 juta ton beras dalam tujuh bulan pertama tahun 2025, turun 25,1% dibandingkan tahun sebelumnya.
Nilai ekspor mencapai 86,4 miliar baht (sekitar US$ 2,59 miliar), turun 35,4% dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan ekspor ini disebabkan oleh peningkatan produksi beras global, terutama dari India, yang telah melanjutkan ekspor dan diproyeksikan menghasilkan lebih dari 150 juta ton.
Sementara itu, permintaan impor beras dari pembeli utama seperti Indonesia dan Filipina telah menurun. Volatilitas dan apresiasi Baht telah menambah tekanan pada ekspor, kata departemen tersebut.