Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehidupan di luar angkasa membawa tantangan besar bagi tubuh manusia.
Tidak hanya selama misi di luar angkasa, tetapi juga setelah kembali ke Bumi.
Hal ini disadari oleh astronaut NASA, Frank Rubio, yang menghabiskan 371 hari di luar angkasa, rekor waktu paling lama bagi astronaut AS dan merasakan dampak signifikan saat kembali ke Bumi pada 27 September 2023.
Meskipun misi awalnya direncanakan untuk enam bulan, masa tinggal Rubio di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) diperpanjang hingga lebih dari setahun.
Baca Juga: Ilmuwan Peringatkan Fenomena yang Dapat Membawa Manusia Kembali ke Zaman Kegelapan
Apa yang Terjadi pada Tubuh Manusia di Luar Angkasa?
1. Kehilangan Massa Otot dan Tulang
Mengutip unilad, di luar angkasa, tidak ada gravitasi yang bekerja untuk menahan tubuh, yang menyebabkan penurunan massa otot dan kehilangan kepadatan tulang.
Proses ini dimulai sejak awal misi dan meskipun berkurang setelah beberapa waktu, kerusakan jangka panjang tetap menjadi masalah besar, terutama pada otot dan tulang belakang.
Ketika kembali ke Bumi, astronaut harus melalui proses pemulihan untuk mengembalikan kekuatan otot dan ketahanan tulang.
2. Masalah Keseimbangan
Salah satu tantangan terbesar setelah kembali ke Bumi adalah masalah keseimbangan.
Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Jennifer Fogarty, kepala ilmuwan di Baylor College of Medicine, “Bagaimana cara mengoordinasikan gerakan seperti berjalan yang belum pernah dilakukan dalam waktu lama? Ditambah dengan masalah keseimbangan, ini bisa menciptakan situasi yang cukup sulit.”
Keseimbangan yang terganggu ini memerlukan waktu pemulihan yang panjang setelah misi luar angkasa.
Baca Juga: Stephen Hawking Beri Jawaban Sederhana saat Ditanya Tentang Kepercayaan kepada Tuhan
3. Perubahan pada Penglihatan dan Otak
Ketidakberadaan gravitasi di luar angkasa juga menyebabkan perubahan struktural pada mata dan otak.
Fenomena ini dikenal dengan nama Spaceflight Associated Neuro-Ocular Syndrome (SANS), yang dapat mengganggu penglihatan serta fungsi otak dalam mengelola berbagai respons tubuh terhadap lingkungan luar angkasa.
4. Kelelahan, Stres, dan Gangguan Tidur
Lingkungan tertutup dan terisolasi di luar angkasa dapat menyebabkan kelelahan, stres, serta gangguan tidur yang signifikan.
Dengan terbatasnya interaksi sosial dan paparan terhadap cahaya alami, astronaut sering kali mengalami penurunan kualitas tidur yang dapat mempengaruhi kinerja mereka selama misi.
Pemulihan Setelah Kembali ke Bumi
Setelah menghabiskan lebih dari setahun di luar angkasa, Frank Rubio menghadapi tantangan besar saat kembali ke Bumi.
Kehidupan sehari-hari seperti berdiri atau berjalan menjadi hal yang baru baginya setelah lebih dari 370 hari mengapung di luar angkasa.
Rubio melaporkan bahwa proses pemulihan memerlukan waktu yang cukup lama.
"Anda beradaptasi dengan luar angkasa dengan sangat cepat, namun sayangnya, proses penyesuaian kembali ke Bumi terkadang lebih lama dan lebih sulit," ungkap Rubio kepada Time.
Baca Juga: Asteroid Ini Miliki Kandungan Logam Senilai US$10 Triliun Triliun, Bisakah Ditambang?
Penanganan yang Dipersiapkan NASA
NASA telah mempersiapkan segala kemungkinan terkait efek jangka panjang dari misi luar angkasa terhadap tubuh manusia.
Sebelum berangkat, astronaut dipilih dan dilatih dengan ketat untuk memastikan kesehatan fisik dan mental mereka optimal.
Selain itu, penelitian juga dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang dapat meminimalisir dampak negatif pada tubuh astronaut selama di luar angkasa.
"Kami melakukan riset untuk memahami bagaimana kita bisa membuat pilihan berbeda dalam membangun lingkungan bagi astronaut sehingga tidak merusak cadangan tubuh mereka," ujar Dr. Fogarty.