Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
Berbeda dengan boomer yang mudah mencapai stabilitas finansial, generasi muda saat ini tertahan memasuki fase dewasa.
Riset Biro Sensus AS menunjukkan, pada 1975 hampir setengah orang berusia 25–34 tahun sudah bekerja tetap, menikah, punya anak dan tinggal di rumah sendiri. Kini, kurang dari seperempat yang mampu mencapainya.
West melihat itu jelas pada cucunya. Seorang cucunya yang berusia 21 tahun masih tinggal bersamanya.
Baca Juga: IMF: Ekonomi AS Tertekan, Permintaan Turun dan Pertumbuhan Lapangan Kerja Melambat
“Mereka harus punya tiga teman serumah agar mampu bayar sewa rumah,” ujarnya. “Sekarang, lulusan S2 pun harus kerja di restoran cepat saji dulu sambil cari pekerjaan yang layak.”
Cucunya, Paul Quirk, menambahkan, “Harga semua jauh lebih mahal daripada zaman mereka.”
Dampak ke Ekonomi Amerika
Pertumbuhan jumlah lansia membuat beban ekonomi meningkat. Dengan semakin sedikit pekerja muda, tekanan terhadap pendanaan jaminan sosial dan layanan kesehatan makin besar.
Jika pada 2025 ada sekitar 34 lansia untuk setiap 100 pekerja, dalam 30 tahun ke depan jumlahnya bisa menjadi 50 orang per 100 pekerja.
Ketika West memulai karier di bidang tunjangan karyawan pada 1973, angka itu bahkan kurang dari 20 lansia per 100 pekerja.
Beberapa tokoh, seperti Wakil Presiden JD Vance dan CEO Tesla Elon Musk, mendorong kebijakan peningkatan angka kelahiran.
Baca Juga: Bagaimana Tarif Trump Mempengaruhi Ekonomi AS? Ini Jawaban ChatGPT
Usulan yang muncul mulai dari insentif pajak bagi keluarga besar hingga pinjaman murah untuk pasangan menikah.
Namun menurut Frey, program peningkatan angka kelahiran jarang berhasil. Ia menilai pemerintah harus fokus memperkuat fasilitas pendukung keluarga, seperti akses penitipan anak dan cuti keluarga berbayar.
“Setidaknya, anak-anak yang lahir bisa tumbuh dalam kondisi yang lebih baik,” ujarnya.













