Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Bursa saham Asia dibuka melemah pada perdagangan Senin (1/9/2025), mengawali bulan September di zona merah.
Tekanan datang setelah putusan pengadilan kembali menimbulkan ketidakpastian terkait kebijakan tarif Amerika Serikat (AS), sementara investor menanti rilis data tenaga kerja AS yang berpotensi menentukan arah pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed).
Baca Juga: Manufaktur Indonesia Menggeliat, PMI Tembus 51,5 di Agustus 2025
Libur nasional di AS membuat perdagangan berlangsung tipis. Namun, kontrak berjangka Wall Street dan Eropa tetap mencatat kenaikan terbatas setelah terkoreksi di akhir pekan lalu.
Pergerakan dolar AS dan obligasi relatif stabil menjelang pekan padat rilis data ekonomi, mulai dari survei manufaktur dan jasa hingga laporan ketenagakerjaan, dengan puncaknya rilis data non-farm payrolls Agustus pada Jumat mendatang.
Konsensus median memperkirakan pertambahan tenaga kerja sebanyak 75.000, dengan proyeksi berkisar antara 0 hingga 110.000, akibat ketidakpastian setelah laporan Juli yang jauh lebih lemah dari ekspektasi. Tingkat pengangguran diprediksi naik tipis ke 4,3%.
Analis mengingatkan laporan Agustus dalam satu dekade terakhir kerap meleset di bawah perkiraan.
Jika data sesuai atau lebih rendah, hal itu akan semakin memperkuat ekspektasi pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan 17 September, dengan probabilitas hampir 90% menurut kontrak berjangka.
Baca Juga: Harga Minyak Bergerak Tipis Senin (1/9) Pagi: Brent ke US$67,36 & WTI ke US$63,88
“Meski data inflasi dan pertumbuhan tidak mendesak adanya pemangkasan, saat ini hanya kejutan positif besar di laporan ketenagakerjaan yang bisa menghentikan langkah The Fed, mengingat kekhawatiran mereka terhadap perlambatan tajam pertumbuhan lapangan kerja,” kata Michael Feroli, Kepala Ekonom AS JPMorgan.
Ekspektasi suku bunga lebih rendah telah menopang Wall Street mendekati rekor tertinggi, meski secara historis, September menjadi bulan dengan kinerja terburuk bagi indeks S&P 500 dalam 35 tahun terakhir.
Senin pagi, kontrak berjangka S&P 500 naik 0,2%, Nasdaq 0,3%, Euro Stoxx 50 sebesar 0,3%, FTSE 0,1%, dan DAX 0,3%. Namun, Nikkei Jepang melemah 0,9% seiring koreksi saham teknologi AS pekan lalu, sementara indeks Korea Selatan turun 0,5%.
Baca Juga: Dolar AS Bergerak Tipis Senin (1/9) Pagi, Pasar Tunggu Data Tenaga Kerja AS
Ketidakpastian Tarif AS
Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,1% setelah pekan lalu mencetak level tertinggi empat tahun berkat reli saham China.
Sentimen pasar tertekan setelah Pengadilan Banding AS memutuskan banyak tarif Presiden Donald Trump ilegal, meski tarif tersebut tetap berlaku hingga pertengahan Oktober sambil menunggu banding ke Mahkamah Agung.
“Jika Mahkamah Agung menguatkan putusan tersebut, Departemen Keuangan AS tetap harus mengembalikan hampir US$100 miliar bea masuk tambahan yang terkumpul dalam lima bulan terakhir, dan ada risiko negara lain mundur dari kesepakatan perdagangan yang sudah dicapai,” ujar Paul Ashworth, Kepala Ekonom Amerika Utara Capital Economics.
Baca Juga: Daftar Lengkap Harga Emas Antam Logam Mulia Hari Ini (1/9), Turun Rp 2.000 Per Gram
Di sisi lain, pasar juga mencermati tekanan politik Trump terhadap independensi The Fed. Gubernur The Fed Lisa Cook dijadwalkan mengajukan argumen baru terkait pemecatannya pada Selasa.
Sementara sidang konfirmasi Stephen Miran calon anggota The Fed pilihan Trump akan digelar Kamis.
Tekanan politik tersebut ikut membebani dolar AS, yang stagnan di level 97,788 setelah melemah 2,2% pada bulan lalu. Euro naik tipis 0,1% ke US$1,1697, sementara dolar AS stabil di 147,17 yen.
Emas Menguat, Minyak Tertekan
Di pasar komoditas, emas mendapat dukungan dari pelemahan dolar dan prospek suku bunga lebih rendah.
Harga emas sempat naik 2,2% pekan lalu, mendekati level tertinggi empat bulan di US$3.444 per troi ons.
Baca Juga: PMI Manufaktur Korea Selatan Kontraksi 7 Bulan Beruntun Tertekan Tarif AS
Sebaliknya, harga minyak masih tertekan menjelang rencana kenaikan produksi dari OPEC+ dalam beberapa bulan ke depan.
Harga Brent turun 0,2% menjadi US$67,35 per barel, sementara minyak WTI AS melemah 0,2% ke US$63,89 per barel.