Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa
KUALA LUMPUR. Hampir sepertiga dari 350.000 buruh industri elektronik di Malaysia bekerja dalam kondisi layaknya kerja paksa. Fakta itu terungkap dalam laporan sebuah organisasi buruh Amerika Serikat, Rabu (17/9/2014).
Verite -yang mendapat dana dari Departemen Tenaga Kerja AS- menyebutkan para buruh yang mernderita tersebut antara lain berasal dari Nepal, Myanmar, dan Indonesia.
Banyak agen tenaga kerja yang mengutip biaya perekrutan tinggi sehingga amat sulit untuk dilunasi para buruh, yang selalu terikat beban utang. Mereka juga dipaksa untuk menyerahkan paspornya.
Namun Verite tidak menyebutkan nama-nama perusahaan tempat bekerja para buruh dengan kondisi buruk tersebut. Dalam laporannya itu Verite mengkritik sistem yang memungkinkan agen perekrut tenaga kerja yang semakin memiliki kendali atas upah dan kondisi kerja.
Laporan yang didasarkan pada wawancara dengan 501 buruh itu menyebutkan sekitar 28% buruh bekerja dalam kondisi seperti kerja paksa.
Malaysia mempekerjakan ratusan ribu buruh untuk memproduksi komponen-komponen elektronik untuk perusahaan internasional, seperti Apple, Samsung, Sony, Intel, Bosch.
Dengan nilai yang diperkirakan mencapai US$ 75 miliar, sektor industri elektronik Malaysia memegang peran kunci dalam mendukung merek-merek global.
Laporan ini diperkirakan mengejutkan para konsumen produk elektronik mengingat citra Malaysia selama ini dengan standar kesejahteraan buruh yang relatif lebih baik dari sejumlah negara Asia lainnya, termasuk China.