Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang ulang tahun ketiganya, ChatGPT semakin banyak digunakan oleh investor ritel untuk memilih saham. Data terbaru menunjukkan bahwa setidaknya 1 dari 10 investor ritel kini memanfaatkan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian dari strategi investasi mereka.
Fenomena ini mendorong ledakan pasar robo-advisory—industri yang mencakup penyedia layanan nasihat keuangan otomatis berbasis algoritma, mulai dari fintech hingga bank dan manajer aset.
Menurut firma riset Research and Markets, pasar robo-advisory diperkirakan akan tumbuh dari pendapatan $61,75 miliar pada 2024 menjadi $470,91 miliar pada 2029, atau naik sekitar 600% dalam lima tahun.
AI Menggantikan Terminal Data?
Salah satu contoh datang dari Jeremy Leung, mantan analis UBS yang kini menggunakan ChatGPT untuk mengelola portofolio multi-asetnya setelah kehilangan akses ke terminal Bloomberg.
Baca Juga: ChatGPT Disalahgunakan Sindikat Penipuan di Asia, Korban Dijadikan Pekerja Paksa
“Saya tidak lagi punya akses ke layanan data mahal seperti Bloomberg, tetapi bahkan ChatGPT versi sederhana dapat melakukan banyak hal dan mereplikasi sebagian besar alur kerja saya dulu,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa AI umum seperti ChatGPT tetap memiliki keterbatasan, terutama karena tidak bisa mengakses data di balik paywall.
Survei: Semakin Banyak Investor Gunakan AI
Survei dari broker eToro terhadap 11.000 investor ritel global menunjukkan bahwa sekitar 50% investor berniat menggunakan AI seperti ChatGPT atau Gemini untuk mengelola portofolio, sementara 13% sudah menggunakannya secara aktif.
Di Inggris, survei dari Finder bahkan mencatat 40% responden telah menggunakan chatbot atau AI untuk mendapatkan saran keuangan pribadi.
Meski begitu, ChatGPT sendiri menegaskan bahwa model AI ini tidak boleh dijadikan dasar tunggal untuk keputusan investasi profesional.
Risiko Menggunakan AI untuk Investasi
Menurut Dan Moczulski, Managing Director eToro UK, risiko muncul ketika investor memperlakukan model AI umum seperti “bola kristal”.
“Lebih baik menggunakan platform AI yang memang dilatih khusus untuk menganalisis pasar,” jelasnya. “Model AI umum berpotensi salah mengutip data, terlalu bergantung pada narasi tertentu, dan menilai masa depan hanya berdasarkan pola harga masa lalu.”
Contoh Hasil Seleksi Saham ChatGPT
Pada Maret 2023, Finder meminta ChatGPT memilih portofolio saham dengan kriteria bisnis berkualitas tinggi, pertumbuhan berkelanjutan, dan keunggulan kompetitif.
Baca Juga: AI Bikin Cemas: ChatGPT Tawarkan Resep Membuat Bom dan Kiat Meretas Saat Uji Coba
Hasilnya, 38 saham terpilih, termasuk Nvidia, Amazon, Procter & Gamble, dan Walmart. Hingga kini, portofolio itu telah naik hampir 55%, mengalahkan rata-rata kinerja 10 reksa dana terpopuler di Inggris seperti Vanguard, Fidelity, HSBC, dan Fundsmith.
Meski demikian, keberhasilan ini tidak lepas dari kondisi pasar saham AS yang sedang berada di rekor tertinggi. Para analis menekankan, pemilihan saham dengan bantuan ChatGPT tetap memerlukan pengetahuan finansial dasar.
Risiko di Balik Euforia AI
Banyak investor ritel, termasuk Leung, menggunakan prompt yang lebih spesifik untuk meminimalkan kesalahan, seperti “buatkan analisis short thesis untuk saham ini” atau “gunakan hanya sumber kredibel seperti laporan SEC”.
Namun, risiko tetap besar. Antusiasme berlebihan terhadap AI dikhawatirkan membuat investor lalai menggunakan alat manajemen risiko. Jika pasar berbalik arah, potensi kerugian bisa membengkak.
Pasar saat ini memang masih bullish: indeks STOXX 600 naik hampir 10% tahun ini, sementara S&P 500 menguat 13% setelah melonjak 23% pada 2024. Tapi, Leung mengingatkan:
“Jika investor sudah terlalu nyaman dengan keuntungan dari AI, mereka mungkin tidak siap menghadapi krisis atau resesi pasar.”