Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Para analis menilai, China diprediksi tidak akan mengambil kebijakan tegas untuk memperkuat nilai tukar yuan yang terus melemah sebagai tanggapan atas wabah virus corona, dengan harapan AS akan menahan diri untuk tidak menyematkan label manipulator mata uang kepada Beijing.
Salah satu isi kesepakatan perdagangan fase satu AS-China, yang seluruh persyaratannya akan berlaku paling lambat 14 Februari, adalah komitmen China untuk tidak terlibat dalam devaluasi mata uang kompetitif. Sebagai balasannya, Departemen Keuangan AS akan menghapus label "manipulator mata uang" yang telah diberlakukan terhadap China pada Agustus lalu.
Tetapi analis mengatakan, Beijing sekarang mungkin tergoda untuk membiarkan nilai tukar yuan secara bertahap terdepresiasi untuk mendukung ekspor dalam beberapa minggu mendatang. Wabah virus corona menyebabkan pertumbuhan ekonomi di China melambat secara tiba-tiba.
Baca Juga: Kombinasi eksternal dan internal membuat rupiah ditutup menguat Rp 13.690 dolar AS
Melansir South China Morning Post, masa liburan Tahun Baru Imlek diperpanjang. Sementara, pabrik dan perusahaan ditutup karena perintah pemerintah. Pembatasan perjalanan yang luas telah diberlakukan, layanan transportasi dibatasi dan kelompok wisata dilarang.
“Pertumbuhan akan sangat menantang karena setiap kota dan setiap provinsi terkunci. Ada banyak toko yang tutup,” kata Jimmy Zhu, kepala strategi di Fullerton Markets. “[Bank sentral] sepenuhnya memahami akan ada tekanan ke bawah pada yuan. Mereka tidak ingin membunuh sektor manufaktur."
Baca Juga: Harga komoditas logam industri kompak rebound berkat stimulus PBoC
Akibatnya, yuan jatuh ke bawah level 7, yang merupakan level psikologis penting atas dollar AS pada minggu ini. Dalam sebulan terakhir, nilai tukar yuan sudah anjlok 2%.
Sebelumnya pada Agustus lalu, AS menuding China telah melakukan manipulasi mata uang setelah yuan menembus level 7 untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu.
Akan tetapi, kurangnya kejelasan tentang horizon waktu dan skala penularan wabah virus corona berarti yuan tetap sarat dengan risiko.
Baca Juga: Ikuti aksi jual besar-besaran di China, bursa Jepang dan Korea kompak memerah
Zhu meramalkan bahwa yuan akan tergelincir lebih jauh ke kisaran antara 7,05 dan 7,08 per dollar pada akhir kuartal satu, dengan laju depresiasi diperlambat oleh tingkat referensi harian Bank Rakyat Tiongkok (PBOC). Setiap hari, yuan diizinkan untuk diperdagangkan hingga 2% di atas atau di bawah tingkat referensi PBOC, yang ditetapkan pada 6,98 pada hari Rabu.
Ken Cheung Kin-tai, kepala ahli strategi mata uang Asia di Mizuho Bank mengatakan bahwa pelemahan yuan belum tentu menarik kritik dari Presiden AS Trump kali ini, karena depresiasi saat ini didorong oleh faktor domestik dan tidak digunakan untuk mengimbangi kenaikan tarif AS .
"[Juga] Trump sepertinya tidak mungkin untuk membuka kembali perang dagang sebelum pemilihan AS," tambah Cheung, menunjukkan bahwa AS akan lebih cenderung untuk mengoordinasikan upaya global untuk mengendalikan virus.
Baca Juga: Nilai kapitalisasi market bursa China tergerus hingga Rp 5.754 triliun dalam sehari!
Dalam pidatonya di State of the Union pada Selasa malam di Washington, Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat bekerja sama dengan China untuk memerangi wabah tersebut. "Kami berkoordinasi dengan pemerintah China dan bekerja sama secara erat dalam membasmi wabah koronavirus di China," katanya, tanpa memberikan perincian seperti yang dikutip South China Morning Post.
PBOC minggu ini menurunkan biaya pendanaan untuk bank-bank komersial dengan memangkas suku bunga pasar uang pada repo terbalik 7-hari dan 14-hari masing-masing 10 basis poin menjadi 2,40% dan 2,55%. Tetapi masih ada keraguan apakah ini akan membantu bank memberikan kredit kepada usaha kecil dan menengah.
Baca Juga: Virus corona menjadi sentimen penggerak GBP/JPY daripada brexit
Presiden Xi Jinping secara terbuka menyatakan bahwa virus corona secara langsung mempengaruhi stabilitas ekonomi dan sosial China. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS [CDC] mengatakan sedang merencanakan untuk menyebut virus ini menjadi pandemi global.
Jumlah kematian akibat coronavirus di China daratan telah melampaui wabah sindrom pernapasan akut (Sars) yang parah pada tahun 2003, dengan lebih dari 27.000 kasus yang secara resmi didiagnosis, dengan total kematian lebih dari 500 kasus.
Baca Juga: Bank sentral China turunkan suku bunga untuk mengurangi tekanan akibat wabah corona
Menurut ekonom OCBC Bank, Tommy Xie Dongming, kekhawatiran akan kesehatan kemungkinan akan menekan konsumsi domestik, sementara pukulan awal untuk manufaktur akan lebih besar daripada selama Sars berlangsung. Ini sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa orang tidak dapat mulai bekerja karena terkunci atau terisolasi.
Baca Juga: Bursa China terjungkal 8% akibat kecemasan virus corona
"Bahkan jika pekerja dapat masuk ke kota, mereka masih harus melalui 14 hari masa karantina dan kami melihat penurunan besar dalam produktivitas," kata Xie.
Xie menambahkan, jika wabah berlanjut hingga setelah Februari dan lebih dekat ke titik tengah tahun, maka hal itu akan mengarah pada pelambatan jangka panjang.