Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Tiongkok, pemasok unsur tanah jarang terkemuka di dunia, mengumumkan peraturan baru. Aturan ini bertujuan untuk mengawasi penambangan, peleburan, dan pemisahan mineral-mineral esensial ini, yang krusial bagi transisi energi.
Menurut laporan Reuters yang dikutip oleh GlobalData, saat ini, Beijing mengatur penambangan, peleburan, dan pemisahan tanah jarang melalui sistem kuota.
Menurut pernyataan dari Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China, peraturan yang diperbarui kini akan memasukkan bahan baku impor ke dalam kerangka kuota ini, menyusul konsultasi publik yang dimulai pada bulan Februari.
Peraturan yang diperbarui ini mengikuti manajemen China yang sudah ketat atas industri tanah jarangnya melalui sistem kuota dan memperkuat kendalinya atas rantai pasokan.
Unsur tanah jarang, yang merupakan kumpulan 17 logam, merupakan komponen vital dalam beragam produk, termasuk peralatan militer, motor kendaraan listrik, turbin angin, dan berbagai barang elektronik konsumen.
Dominasi Tiongkok di pasar logam tanah jarang telah menjadi isu sensitif, terutama dengan langkah negara tersebut baru-baru ini untuk menambahkan beberapa produk dan magnet logam tanah jarang ke dalam daftar pembatasan ekspornya pada bulan April.
Baca Juga: Ekspor Magnet Tanah Jarang China pada Juli Mencapai Level Tertinggi dalam Enam Bulan
Hal ini dipandang sebagai tindakan balasan terhadap kenaikan tarif AS.
Pada bulan Juli, Tiongkok secara diam-diam mengeluarkan kuota penambangan dan peleburan logam tanah jarang untuk tahun 2025 tanpa pengumuman publik yang lazim.
Penundaan dalam merilis kuota tahun ini sebagian disebabkan oleh usulan pada bulan Februari untuk memasukkan bijih impor ke dalam sistem kuota, sebuah langkah yang mendapat tentangan dari perusahaan-perusahaan yang bergantung pada impor untuk bahan baku mereka.
Dalam perkembangan terkait, ekspor logam mulia Rusia, termasuk emas dan perak, ke Tiongkok telah meningkat secara signifikan pada paruh pertama tahun ini sebesar 80% menjadi US$ 1 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tonton: Perang Dagang AS-China Belum Tamat, Xi Jinping Pakai Tanah Jarang Buat Tekan Trump
Kenaikan ini bertepatan dengan kenaikan harga emas sebesar 28% tahun ini, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti meningkatnya risiko geopolitik, ketegangan perdagangan yang berkelanjutan, dan pembelian yang kuat oleh bank sentral dan dana yang diperdagangkan di bursa (ETF).