Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Upaya mencapai kesepakatan damai baru untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina kembali bergerak setelah pemerintah AS di bawah administrasi Trump merancang proposal perdamaian baru bersama Rusia.
Rancangan ini disebut mirip dengan proposal gencatan senjata Gaza yang dibuat AS sebelumnya, dan mencakup 28 poin mulai dari mekanisme penghentian perang hingga jaminan keamanan Eropa.
Menurut laporan Axios yang dikutip Foreign Policy, rancangan ini disusun diam-diam oleh AS dan Rusia, dan Gedung Putih optimistis kesepakatan dapat dicapai dalam waktu dekat—bahkan mungkin dalam beberapa hari ke depan. Namun sejumlah poin dinilai mustahil diterima oleh Ukraina, sehingga optimisme itu dinilai terlalu dini.
Dalam draft tersebut, Rusia akan mendapatkan kendali de facto atas wilayah Donbas, meskipun sekitar 14,5% wilayahnya masih dikuasai Ukraina. Area yang ditinggalkan Ukraina itu akan dijadikan zona demiliterisasi, di mana Rusia juga dilarang menempatkan pasukan. Batas garis kontrol di Kherson dan Zaporizhzhia akan dibekukan, dan sebagian wilayah bisa dikembalikan Rusia melalui negosiasi.
AS dan sejumlah negara juga akan mengakui Crimea dan Donbas sebagai wilayah sah Rusia—meskipun Ukraina tidak diwajibkan mengakuinya secara resmi.
Baca Juga: Ekonomi Tumbuh 4,2% di Kuartal III-2025, Singapura Kerek Proyeksi Ekonomi di 2025
Sebagai gantinya, Washington akan memberi jaminan keamanan bagi Ukraina dan Eropa untuk mencegah agresi lanjutan Rusia. Ukraina kemungkinan juga harus mengurangi persenjataan dan memperkecil angkatan militernya. Tidak jelas apakah proposal ini membuka jalan bagi Ukraina bergabung dengan Uni Eropa atau NATO—dua hal yang sebelumnya ditolak keras oleh Moskow.
Jika kesepakatan ini diterima, itu akan menjadi pukulan politik besar bagi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang selama ini menolak keras kompromi atas wilayah negaranya, apalagi di tengah skandal korupsi yang kini melemahkan posisinya di dalam negeri.
Zelensky mengatakan bahwa pihaknya sedang menyiapkan format negosiasi baru: “Mengakhiri perang secepat mungkin adalah prioritas Ukraina,” tulisnya di platform X.
Pada Rabu, Zelensky bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan untuk membahas strategi perdamaian. Utusan AS Steve Witkoff yang awalnya dijadwalkan hadir menunda kunjungan tersebut, sementara delegasi militer AS tiba di Kyiv sebagai sinyal bahwa Washington ingin bergerak cepat.
Negosiasi langsung terakhir antara Ukraina dan Rusia terjadi di Istanbul Juli lalu dan berakhir tanpa kemajuan. Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump membatalkan rencana pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Budapest setelah Moskow tetap berkeras pada tuntutan maksimal.
Tonton: Provokasi Trump Bikin Rusia Rencanakan Uji Coba Senjata Nuklir
Sementara itu, Rusia masih meningkatkan serangan. Pasukan Kremlin mendekati kota strategis Pokrovsk dan melancarkan serangan udara besar ke infrastruktur transportasi dan energi Ukraina, memicu pemadaman listrik di tengah musim dingin. Serangan rudal terbaru di kota Ternopil menewaskan setidaknya 25 warga dan melukai 80 lainnya.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia masih terbuka pada jalur negosiasi.
Kesimpulan
Proposal perdamaian baru AS-Rusia berpotensi menjadi titik balik perang, namun isinya jelas menempatkan Ukraina pada posisi yang sulit karena mencakup pengakuan atas wilayah yang dicaplok Rusia serta pembatasan militer Ukraina. Meski Gedung Putih optimistis kesepakatan bisa dicapai dalam waktu dekat, banyak analis menilai rencana ini terlalu ambisius mengingat Zelensky terus menolak kompromi teritorial. Dengan keadaan militer Ukraina yang semakin tertekan dan serangan Rusia yang meningkat, masa depan proposal ini kemungkinan akan ditentukan oleh realitas kekuatan di medan perang, bukan sekadar diplomasi.













