kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.589.000   13.000   0,50%
  • USD/IDR 16.762   -16,00   -0,10%
  • IDX 8.538   -46,87   -0,55%
  • KOMPAS100 1.181   -4,39   -0,37%
  • LQ45 845   -3,52   -0,41%
  • ISSI 305   -2,17   -0,71%
  • IDX30 436   -0,64   -0,15%
  • IDXHIDIV20 511   0,73   0,14%
  • IDX80 132   -0,80   -0,61%
  • IDXV30 138   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 140   0,34   0,25%

Dokumen Rahasia AS Ungkap Ambisi Lama Putin terhadap Ukraina


Jumat, 26 Desember 2025 / 06:42 WIB
Dokumen Rahasia AS Ungkap Ambisi Lama Putin terhadap Ukraina
ILUSTRASI. Presiden Rusia Vladimir Putin pernah mengatakan kepada Presiden AS saat itu, George W. Bush, bahwa Ukraina adalah “bagian dari Rusia”. (NULL/Kremlin.ru)


Sumber: Telegraph | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Presiden Rusia Vladimir Putin pernah mengatakan kepada Presiden Amerika Serikat saat itu, George W. Bush, bahwa Ukraina adalah “bagian dari Rusia”. Pernyataan ini disampaikan Putin pada tahun 2001, berdasarkan transkrip percakapan yang baru saja dideklasifikasi.

Melansir The Telegraph, dalam pertemuan pertama mereka, Putin mengungkapkan kekecewaannya atas runtuhnya Uni Soviet. Arsip Keamanan Nasional AS mencatat bahwa dalam pertemuan puncak di Slovenia, Putin bahkan memberikan “kuliah sejarah singkat” kepada Bush.

Putin mengatakan bahwa runtuhnya Uni Soviet adalah tindakan sukarela Rusia yang “belum pernah terjadi sebelumnya”. Menurutnya, Rusia secara sukarela melepaskan ribuan kilometer persegi wilayah. Ia menyebut Ukraina yang selama berabad-abad menjadi bagian dari Rusia “diberikan begitu saja”, begitu pula Kazakhstan dan kawasan Kaukasus, yang menurutnya dilepas oleh elite Partai Komunis saat itu.

Pernyataan tersebut disampaikan pada April 2001, kurang dari satu tahun sejak Putin dan Bush sama-sama menjabat sebagai presiden. Isi percakapan ini memperkuat dugaan bahwa Putin telah lama menyimpan ambisi terhadap Ukraina, dan memunculkan kekhawatiran bahwa Rusia juga memiliki klaim historis terhadap Kazakhstan dan wilayah Kaukasus.

Menanggapi pernyataan Putin, Bush menyampaikan pandangannya bahwa Rusia seharusnya menjadi bagian dari Barat, bukan musuh. Ia juga mendorong Putin untuk bersama-sama mendefinisikan ancaman baru yang berasal dari pihak-pihak yang memusuhi Amerika Serikat dan  Rusia.

Baca Juga: Kim Jong Un Isyaratkan Pengembangan Rudal Akan Berlanjut dalam 5 Tahun ke Depan

Transkrip percakapan ini dipublikasikan ke publik pada 22 Desember setelah gugatan keterbukaan informasi. Dokumen tersebut membuka tabir baru mengenai pandangan Putin terhadap negara-negara tetangga Rusia, dan bertolak belakang dengan pernyataan publik Bush setelah pertemuan itu.

Saat itu, Bush bahkan sempat memuji Putin dengan mengatakan bahwa ia melihat Putin sebagai sosok yang lugas dan dapat dipercaya, serta merasa bisa “melihat jiwanya”.

Dalam beberapa tahun berikutnya, Putin berulang kali menggunakan nostalgia era Soviet untuk mengonsolidasikan dukungan domestik terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Ia membingkai perang tersebut sebagai perjuangan melawan Nazisme, serupa dengan Perang Dunia II.

Hal serupa kembali terlihat dalam pertemuan Putin dengan Donald Trump di Alaska pada Agustus lalu, yang bertujuan membahas kemungkinan perdamaian Ukraina. Dalam pertemuan itu, Putin kembali menyampaikan paparan panjang soal klaim historis Rusia atas Ukraina.

Baca Juga: Mengenal Carina Hong, Matematikawan 24 Tahun yang Mencetak Revolusi AI

Dalam transkrip yang sama, Putin juga sempat mengangkat kemungkinan Rusia bergabung dengan NATO. Ia menyebut Rusia merasa “tersisih” karena tidak diajak masuk dalam aliansi tersebut. Putin menegaskan bahwa Rusia adalah negara Eropa yang multi-etnis, mirip dengan Amerika Serikat, dan bahkan mengklaim Uni Soviet pernah mengajukan permohonan bergabung dengan NATO pada 1954.

Namun, Putin juga mengeluhkan perluasan NATO ke Eropa Timur tanpa melibatkan Rusia. Dalam pertemuan lanjutan dengan Bush pada 2008 di Sochi, Putin memperingatkan bahwa jika Ukraina bergabung dengan NATO, hal itu akan menciptakan konflik jangka panjang antara Rusia dan Barat. Ia bahkan menyebut Ukraina sebagai “negara buatan”.

Putin selama ini menjadikan ekspansi NATO ke arah timur sebagai salah satu alasan utama invasi ke Ukraina, dengan klaim bahwa upaya menarik Kyiv ke NATO merupakan ancaman langsung terhadap keamanan Rusia.

Keanggotaan Ukraina di NATO pun menjadi isu paling krusial dan sensitif dalam setiap perundingan perdamaian.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky baru-baru ini mempresentasikan rencana perdamaian 20 poin yang disusun bersama pejabat Ukraina dan Amerika Serikat. Rencana tersebut tidak lagi menuntut Ukraina secara hukum melepaskan ambisinya untuk bergabung dengan NATO.

Tonton: Pemerintah Sebut Penempatan 100% DHE SDA di Himbara Tidak Rugikan Bank Swasta

Zelensky juga menyatakan bahwa pembentukan zona demiliterisasi atau zona ekonomi bebas bisa menjadi solusi untuk kebuntuan di wilayah Donbas, setelah Ukraina menolak tuntutan Rusia untuk menyerahkan wilayah-wilayah luas yang belum sepenuhnya dikuasai Moskow.

Kesimpulan

Transkrip yang baru dibuka menunjukkan bahwa pandangan Putin soal Ukraina sebagai bagian dari Rusia bukanlah narasi baru, melainkan keyakinan lama yang sudah diungkapkan sejak awal masa kepemimpinannya. Fakta ini memperkuat kesimpulan bahwa invasi Rusia ke Ukraina bukan reaksi spontan terhadap situasi terkini, melainkan puncak dari ambisi geopolitik jangka panjang yang berakar pada nostalgia Soviet dan penolakan terhadap ekspansi NATO.

Selanjutnya: Valas Asia Masih Akan Dibayangi Volatilitas




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×