Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) bertahan kuat pada perdagangan Kamis (25/9/2025) pagi, setelah menguat semalam.
Pelaku pasar masih menimbang prospek siklus pelonggaran suku bunga The Fed yang dinilai lebih hati-hati, sambil menunggu rilis data ekonomi penting yang dapat memberi petunjuk soal dampak tarif impor.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Lanjutkan Pelemahan, Ini Sentimen Penggeraknya Kamis (25/9)
Saat ini, pasar memperkirakan potensi penurunan suku bunga sebesar 43 basis poin dalam dua rapat kebijakan tersisa tahun ini.
Namun, komentar sejumlah pejabat The Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, menegaskan keputusan akan sangat bergantung pada perkembangan data inflasi dan ketenagakerjaan mendatang.
Kurangnya kejelasan mengenai waktu pemangkasan membuat pasar tidak lagi sepenuhnya memperkirakan penurunan suku bunga bulan depan.
Dolar AS justru menguat sejak The Fed memangkas suku bunga pekan lalu, sesuai ekspektasi.
Baca Juga: Kanada Genjot Ekspor ke Indonesia, Target Akses Bebas Bea hingga 95%
Pasar Valas Global
Pada awal sesi Asia, euro diperdagangkan stabil di US$1,17425, setelah sehari sebelumnya melemah 0,6%. Poundsterling juga bergerak tipis di US$1,3451, usai terkoreksi 0,6% pada Rabu.
Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama dunia berada di level 97,813, mendekati puncak tiga minggu dan berpotensi menutup bulan dengan penguatan.
Yen Jepang sempat menguat tipis ke ¥148,62 per dolar, menjauhi posisi terlemah dalam tiga minggu terakhir.
Baca Juga: Trump Tuding Ada Sabotase di PBB, Eskalator Macet hingga Teleprompter Mati
Penguatan yen terjadi setelah risalah rapat kebijakan Bank of Japan (BOJ) bulan Juli menunjukkan beberapa anggota dewan mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga di masa depan.
Pasar kini menilai ada peluang sekitar 50% BOJ akan menaikkan suku bunga pada rapat 29–30 Oktober mendatang, ketika proyeksi inflasi dan pertumbuhan kuartalan terbaru dirilis.
Dari belahan lain, dolar Selandia Baru naik 0,1% menjadi US$0,5813 sehari setelah Anna Breman diumumkan sebagai gubernur baru bank sentral Swedia, wanita pertama yang menduduki jabatan tersebut. Dolar Australia tercatat di level US$0,65905.
Fokus ke Data AS dan Tarif Trump
Investor kini menunggu rilis sejumlah data ekonomi penting, termasuk Personal Consumption Expenditures (PCE) sebagai indikator inflasi pilihan The Fed pada Jumat, serta estimasi final PDB kuartal II pada Kamis.
Selain itu, bayang-bayang potensi shutdown pemerintahan AS turut menjadi faktor ketidakpastian.
Baca Juga: Inggris Teken Kontrak Proyek Carbon Capture and Storage, Ciptakan 500 Lapangan Kerja
“Tekanan harga akibat tarif masih menjadi variabel liar,” kata Laura Cooper, Global Investment Strategist di Nuveen.
Ia menilai meski pasar cenderung mengantisipasi pemangkasan beruntun hingga akhir tahun, inflasi yang masih tinggi membuat jalur itu belum pasti.
Cooper memperkirakan inflasi PCE bisa mencapai puncak 3,2% pada akhir tahun, membuat inflasi tetap di atas target The Fed lebih lama.
“Dengan sikap FOMC yang sangat bergantung pada data, kondisi ini masih menuntut kesabaran,” ujarnya.