CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.904   -44,00   -0,28%
  • IDX 7.220   5,53   0,08%
  • KOMPAS100 1.103   0,72   0,07%
  • LQ45 878   1,97   0,23%
  • ISSI 218   -0,27   -0,13%
  • IDX30 449   0,97   0,22%
  • IDXHIDIV20 541   1,63   0,30%
  • IDX80 126   0,09   0,07%
  • IDXV30 136   0,48   0,35%
  • IDXQ30 150   0,36   0,24%

Donald Trump Jadi Presiden, Mampukah Menghentikan Larangan TikTok di AS?


Jumat, 15 November 2024 / 06:15 WIB
Donald Trump Jadi Presiden, Mampukah Menghentikan Larangan TikTok di AS?
ILUSTRASI. Presiden-terpilih Donald Trump diharapkan akan berupaya menghentikan potensi larangan terhadap TikTok saat ia menjabat tahun depan. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Sumber: Newsweek | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden-terpilih Donald Trump diharapkan akan berupaya menghentikan potensi larangan terhadap TikTok saat ia menjabat tahun depan.

Berdasarkan laporan dari The Washington Post, Trump akan mencoba memastikan aplikasi populer tersebut tetap dapat diakses oleh pengguna AS, meskipun di bawah ancaman larangan oleh undang-undang baru yang mewajibkan TikTok mencari pemilik baru di luar Tiongkok, atau berisiko kehilangan basis pengguna Amerika Serikat.

Kekhawatiran Keamanan Nasional Terhadap TikTok

Undang-undang yang disahkan pada April lalu mengharuskan TikTok untuk mengalihkan kepemilikan dari ByteDance, perusahaan asal Tiongkok, sebagai upaya untuk menjaga keamanan data pengguna AS.

Baca Juga: Australia Melarang Anak di Bawah 16 Tahun Mengakses Media Sosial, Ini Alasannya

Legislator menyatakan bahwa koneksi ByteDance dengan pemerintah Tiongkok bisa membahayakan data pribadi pengguna, memberikan peluang bagi pemerintah Tiongkok untuk mempengaruhi atau memantau informasi sensitif.

Namun, Trump dikabarkan menghargai "jangkauan luas" yang dimiliki TikTok, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kellyanne Conway, mantan penasihat Trump.

“Ia menghargai jangkauan TikTok, yang ia gunakan secara efektif bersama media baru lainnya untuk memenangkan pemilu,” ujar Conway.

Menurutnya, Trump ingin mempertahankan jangkauan TikTok di AS tanpa harus mengalienasi 180 juta pengguna aktif bulanan di negara tersebut.

Pendekatan Ekonomi "America First" dan Potensi Tarif Baru

Jika Trump berupaya menyelamatkan TikTok, hal ini mungkin juga akan melibatkan kebijakan perdagangan keras terhadap Tiongkok. Trump telah memperingatkan kemungkinan penerapan tarif sebesar 60 persen terhadap semua ekspor Tiongkok sebagai bentuk tekanan ekonomi.

Tarif ini merupakan salah satu aspek penting dalam kebijakan "America First" yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri AS dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

Baca Juga: Dilarang Jualan iPhone 16, Apple Tawarkan Investasi US$10 Juta di Indonesia

Selama masa kepresidenannya sebelumnya, Trump dan Tiongkok terlibat dalam perang dagang yang intens dengan memberlakukan tarif tinggi pada impor Tiongkok, yang segera direspons dengan tarif balasan dari pihak Beijing.

Kebijakan ini menjadi sinyal tegas bahwa Trump siap menggunakan pendekatan ekonomi yang agresif dalam menjaga kepentingan AS, termasuk dalam isu TikTok.

Peluang Pengambilalihan TikTok oleh Pihak AS

Anggota DPR dari Partai Republik, John Moolenaar, yang juga ketua Komite Seleksi Partai Komunis Tiongkok, menyatakan bahwa pemerintahan Trump berpotensi menegosiasikan pengambilalihan TikTok oleh perusahaan AS. Ini akan memungkinkan pengguna tetap menikmati aplikasi dengan keamanan yang lebih baik dan bebas dari kontrol asing.

“Presiden Trump telah lama menyuarakan kekhawatirannya terkait kontrol Partai Komunis Tiongkok terhadap TikTok, sejalan dengan persyaratan undang-undang untuk divestasi,” ujar Moolenaar kepada Newsweek.

“Pemerintahan Trump memiliki kesempatan unik untuk mengarahkan akuisisi TikTok oleh Amerika, sehingga aplikasi ini dapat digunakan dengan lebih aman tanpa campur tangan asing.”

@realdonaldtrump

No Tax on Tips! ♬ original sound - President Donald J Trump

TikTok di Bawah Tekanan Hukum AS

Pada Agustus, Departemen Kehakiman AS (DOJ) menggugat TikTok atas dugaan tidak melindungi privasi anak-anak.

Dalam gugatannya, DOJ menyatakan bahwa ByteDance melanggar hukum federal yang mengharuskan aplikasi yang menargetkan anak-anak untuk mendapatkan izin orang tua sebelum mengumpulkan data pribadi pengguna di bawah usia 13 tahun.

Baca Juga: Tujuh Keluarga di Prancis Menggugat Tiktok Atas Konten Berbahaya

DOJ juga menuduh bahwa TikTok tidak menghapus akun meskipun mengetahui akun tersebut milik anak-anak di bawah usia yang disyaratkan.

Menanggapi tuntutan ini, juru bicara TikTok mengatakan bahwa tuduhan tersebut “berkaitan dengan peristiwa dan praktik masa lalu yang faktualnya tidak akurat atau telah diatasi.”

Selain tuntutan DOJ, TikTok juga menghadapi gugatan di tingkat negara bagian. Sebanyak 13 negara bagian dan District of Columbia melayangkan gugatan terhadap TikTok, menuduh bahwa platform tersebut membuat aplikasinya adiktif bagi remaja dan merusak kesehatan mental mereka.

TikTok dan Pertarungan Hukum di Pengadilan

Pada September, TikTok menempuh jalur hukum untuk melawan potensi larangan tersebut. Pengacara ByteDance, Andrew Pincus, mengajukan argumen terkait kebebasan berekspresi dan hak-hak Amandemen Pertama sebagai dasar pembelaan.

Gugatan ini menunjukkan bahwa TikTok ingin melindungi hak pengguna untuk bebas mengakses platform, meskipun menghadapi tekanan dari pemerintah AS terkait kepemilikan asing.

Selanjutnya: Harga Minyak Terkoreksi Jumat (15/11) Pagi, Investor Menimbang Prospek Permintaan

Menarik Dibaca: 5 Ide Self Healing Gratis dan Murah Bisa Dilakukan di Mana Pun Loh



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×