Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ekspor China mencatat pertumbuhan tercepat dalam hampir 1,5 tahun pada Agustus. Angka ini menunjukkan bahwa para produsen di negeri tirai bambu itu mempercepat pengiriman pesanan sebelum tarif baru diberlakukan oleh sejumlah negara mitra dagang.
Namun, impor yang lemah di tengah permintaan domestik yang lesu memperlihatkan prospek perdagangan yang kurang cerah.
Data perdagangan yang beragam ini menyoroti tantangan yang dihadapi Beijing dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tanpa terlalu bergantung pada ekspor, terutama dengan semakin ketatnya pengeluaran konsumen.
Baca Juga: Bankir Paling Terkenal di China Ini Kehilangan Kekayaan US$750 Juta Setelah Ditahan
Ekonomi China telah kesulitan bangkit selama setahun terakhir di tengah krisis berkepanjangan di sektor properti.
Sebuah survei pekan lalu menunjukkan ekspor mengalami kelesuan, dan harga produk pabrik berada pada titik terendah dalam 14 bulan terakhir, yang mengindikasikan produsen menurunkan harga untuk menarik pembeli.
Pengiriman barang keluar dari ekonomi terbesar kedua di dunia ini tumbuh sebesar 8,7% secara tahunan (YoY) pada bulan lalu, menurut data bea cukai yang dirilis pada Selasa (10/9).
Pertumbuhan ini mengalahkan perkiraan kenaikan 6,5% dari jajak pendapat Reuters dan kenaikan 7% pada Juli.
Namun, impor hanya meningkat sebesar 0,5%, jauh di bawah ekspektasi peningkatan 2%, dan turun dari pertumbuhan 7,2% pada bulan sebelumnya.
“Kinerja ekspor yang kuat dan surplus perdagangan ini mendukung pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan sepanjang tahun,” kata Zhou Maohua, peneliti makroekonomi di China Everbright Bank.
Baca Juga: Andalkan Alat Berat Asal China, Intraco Penta (INTA) Yakin Kinerjanya Tumbuh
“Namun, lingkungan ekonomi dan geopolitik global cukup rumit serta ekspor China menghadapi banyak tantangan,” tambahnya.
Para ekonom memperingatkan bahwa Beijing berisiko tidak mencapai target pertumbuhannya jika terlalu bergantung pada ekspor.
Data ekonomi yang lemah akhir-akhir ini telah meningkatkan tekanan pada para pembuat kebijakan untuk memberikan stimulus tambahan guna memulihkan ekonomi China.
"Tren ekspor yang kuat ini dapat menunda dukungan kebijakan dalam jangka pendek, tetapi kami tetap memperkirakan adanya langkah-langkah yang lebih berani pada kuartal keempat," tulis analis Nomura dalam sebuah catatan.
Hambatan Perdagangan
Selain itu, hambatan perdagangan yang semakin meningkat menjadi tantangan besar, mengancam momentum ekspor China yang didorong oleh harga kompetitif.
Surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat (AS) melebar menjadi US$33,81 miliar pada Agustus, naik dari US$30,84 miliar pada Juli.
Washington terus menyoroti surplus ini sebagai bukti perdagangan yang tidak seimbang dan menguntungkan ekonomi China.
Baca Juga: Trump Tebar Ancaman: Tarif 100% untuk Negara yang Tinggalkan Dolar AS
Kebijakan perdagangan Uni Eropa juga menjadi lebih protektif, dan upaya Beijing untuk bernegosiasi dengan Uni Eropa guna mengurangi tarif kendaraan listrik (EV) dari China belum menunjukkan kemajuan signifikan.