Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
Pada bulan lalu, Kanada mengumumkan tarif 100% pada kendaraan listrik China, bersama dengan tarif 25% pada baja dan aluminium asal China.
Saat China mencoba mengalihkan lebih banyak ekspornya ke Asia Tenggara dan Asia Selatan, penolakan juga muncul di sana.
India berencana menaikkan tarif baja dari China, Indonesia sedang mempertimbangkan bea masuk tinggi untuk tekstil, dan Malaysia membuka penyelidikan antidumping terhadap impor plastik dari China dan Indonesia.
Namun, beberapa analis memperkirakan ekspor China tetap kuat, mengingat nilai yuan yang relatif rendah dan kemampuan eksportir China untuk mengalihkan barang-barang mereka guna menghindari tarif.
“Pengiriman ekspor diperkirakan akan tetap kuat dalam beberapa bulan mendatang. Memang, lebih banyak hambatan sedang dibangun,” kata Zichun Huang, Ekonom China di Capital Economics.
“Kami meragukan bahwa tarif yang diumumkan sejauh ini akan menghambat penurunan nilai tukar efektif yang mendorong peningkatan pangsa pasar ekspor China,” tambahnya.
Baca Juga: WTO: Pemberlakuan Tarif Impor Cenderung Memukul Rumah Tangga Miskin
Impor yang Melambat
Impor yang lebih rendah dari perkiraan bisa menjadi pertanda buruk bagi ekspor di bulan-bulan mendatang, mengingat hampir sepertiga dari pembelian China adalah komponen untuk diekspor kembali, terutama di sektor elektronik.
Pembelian komoditas China juga menunjukkan gambaran domestik yang suram. Impor bijih besi turun 4,73% dari tahun sebelumnya, karena lemahnya permintaan di sektor konstruksi negara tersebut membebani para produsen baja.
Selain itu, meskipun China mencatat rekor impor kedelai sebesar 12,14 juta metrik ton pada Agustus, terdapat tanda-tanda yang mengkhawatirkan bagi kinerja ekspor di masa depan.
Baca Juga: Harga-harga Naik, Inflasi China Ikut Terkerek
Analis mengatakan pembelian besar-besaran ini didorong oleh pedagang yang memanfaatkan harga rendah untuk menimbun stok di tengah kekhawatiran bahwa ketegangan perdagangan dengan AS dapat meningkat jika Donald Trump kembali menjadi presiden.
Secara keseluruhan, meskipun ekspor pada Agustus memberikan dampak positif bagi pertumbuhan, “masih belum pasti apakah momentum ini dapat bertahan,” kata Lynn Song, kepala ekonom ING untuk China.
“Selain tarif yang akan datang dan data pesanan ekspor yang lesu dalam beberapa bulan terakhir, jika momentum pertumbuhan global mulai melambat, ini juga bisa menghambat momentum ekspor China,” tambahnya.