Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Para kapitalis ventura di negara itu telah mendirikan lembaga pendanaan yang diberi nama Drone Fund yang ditujukan berinvestasi secara umum di pesawat terbang otonom dan bisnis mobil terbang pada khususnya.
NEC tidak berencana melakukan produksi massal mobil terbang tersebut walaupun perusahaan elektronik ini yang melakukan pengembangan dan uji coba.
Produksi massal justru akan dilakukan oleh mitranya yakni Cartivator pada tahun 2026. Pemerintah Jepang telah memberikan izin untuk penerbangan luar ruangan pada Cartivator.
Baca Juga: Investasi China di perusahaan teknologi AS akan dibatasi
Insiniur NEC dan Cartivator NEC telah menghabiskan waktu sekitar satu tahun untuk mengembangkan model mobil terbang itu. Mobil itu dirancang sepanjang 3,9 meter, lebar 3,7 meter, tinggi 1,3 meter, dan beratnya sekitar 150 kilogram (kg).
Mobil itu telah di uji dalam di dalam workshop seluas 10 x 20 meter dengan tinggi 2 meter guna memastikan tidak lepas kendali dan menyebabkan kerusakan.
Sebetulnya, Jepang bukanlah satu-satunya negara yang bermimpi untuk menghadirkan mobil terbang. Dubai, Singapura, dan Selandia Baru juga telah menyatakan niat yang sama. Salah satu pendiri Google, Larry Page's Kitty Hawk Corp juga mengerjakan sebuah mobil terbang, seperti halnya Uber Technologies Inc.
Baca Juga: Laju industri otomotif mendorong harga paladium
Pal-V merupakan produsen otomotif dari Belanda juga sudah meluncurkan proyek mobil terbang yang diberi nama Pal-V Liberty Pioneer pada Maret 2019 lalu. Mobil ini sudah dijual ke publik seharga 500.000 Euro atau sekitar Rp 8 miliar lebih meskipun belum terdaftar untuk melakukan penerbangan.
Mobil Pal-V itu rencana akan mulai dikirimkan ke konsumen pada tahun depan dengan syarat konsumen sudah harus memiliki lisensi pilot untuk mengoperasikan mode terbang.