Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Bursa saham Asia diproyeksikan menutup pekan ini dengan kenaikan solid, didorong meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat.
Sentimen ini mampu meredam kekhawatiran pasar terkait potensi penutupan pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang telah mendorong harga emas ke rekor tertinggi dan menekan dolar AS.
Indeks MSCI Asia Pasifik tercatat naik 0,14% pada perdagangan Jumat (3/10/2025), hanya sedikit di bawah rekor tertinggi yang disentuh sehari sebelumnya.
Baca Juga: Sektor Jasa Jepang Terus Tumbuh di September, Pabrik Masih Tertekan
Secara mingguan, indeks tersebut berpotensi menguat lebih dari 2% dan sepanjang tahun ini telah melonjak 23%. Dengan China dan sebagian pasar Asia masih libur panjang, volume transaksi di kawasan relatif tipis.
Di Jepang, indeks Nikkei naik 0,75% pada awal perdagangan, mendekati rekor tertinggi bulan lalu. Pergerakan ini terjadi menjelang pemungutan suara akhir pekan yang akan menentukan perdana menteri berikutnya sekaligus arah kebijakan fiskal dan moneter Negeri Sakura.
Pasar Asia banyak mengambil sentimen positif dari Wall Street, di mana ketiga indeks utama ditutup pada rekor tertinggi berkat dorongan saham teknologi.
Antusiasme investor terhadap perkembangan kecerdasan buatan (AI) masih menjadi penggerak utama.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Tertekan, Apa Sentimennya? (3/10)
Shutdown AS belum banyak mempengaruhi pasar
Meski penutupan sebagian pemerintahan AS menjadi yang ke-15 sejak 1981, investor relatif mengabaikan dampaknya.
Shutdown kali ini telah menghentikan sejumlah kegiatan penting, termasuk penelitian ilmiah, pengawasan keuangan, hingga menunda rilis data ekonomi penting seperti laporan ketenagakerjaan AS.
Namun, menurut Weiheng Chen, Global Investment Strategist di J.P. Morgan Private Bank, investor masih memberi waktu bagi Washington untuk mencapai kesepakatan.
Baca Juga: IHSG Masih Konsolidasi, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini dari Mirae Sekuritas (3/10)
“Untuk saat ini, fokus investor lebih banyak tertuju pada potensi dampak siklus pemangkasan suku bunga The Fed, kebijakan perdagangan dan imigrasi, data ekonomi, serta kinerja korporasi,” ujarnya.
Blerina Uruci, Chief U.S. Economist T. Rowe Price, menambahkan, keterlambatan rilis data ekonomi menjadi tantangan bagi The Fed yang berbasis data.
Kondisi ini bisa memicu volatilitas jangka pendek karena pasar sulit memposisikan diri dengan percaya diri.
Dolar melemah, emas dan yen menguat
Pasar kini hampir sepenuhnya memperhitungkan pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin pada Oktober. Trader juga memperkirakan total pelonggaran mencapai 114 bps hingga akhir 2026.
Kondisi ini menekan dolar AS. Indeks dolar diperkirakan melemah 0,35% secara mingguan, penurunan terbesar sejak awal Agustus.
Yen Jepang menjadi penerima manfaat utama, dengan penguatan 1,5% sepanjang pekan, terbesar sejak pertengahan Mei.
Baca Juga: Wall Street Catat Rekor Penutupan Kamis (2/10), Saham Teknologi Jadi Penopang
Di pasar komoditas, harga emas bertahan di level US$ 3.857 per ons, mendekati rekor tertinggi yang dicapai Kamis (2/10).
Logam mulia ini mencatatkan kenaikan 2,6% secara mingguan, sekaligus mengukir reli tujuh pekan berturut-turut. Sejauh tahun ini, harga emas sudah melesat 47%.
Sebaliknya, harga minyak mentah berada di jalur penurunan mingguan terdalam sejak akhir Juni. Pasar mencemaskan potensi OPEC+ meningkatkan produksi lebih lanjut di tengah kekhawatiran oversupply.