Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pasar saham global menguat sementara dolar AS bergerak lesu pada Senin (8/9/2025), seiring data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang lemah semakin memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve bulan ini.
Di sisi lain, yen Jepang merosot setelah Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengundurkan diri, memicu ketidakpastian politik di negara ekonomi terbesar keempat dunia tersebut.
Harga emas bertahan mendekati rekor tertinggi, sedangkan imbal hasil obligasi AS (Treasury) berada di level terendah lima bulan.
Baca Juga: Yen Anjlok di Pagi Ini (8/9), Terseret Pengunduran Diri PM Jepang Shigeru Ishiba
Data Agustus menunjukkan penciptaan lapangan kerja AS jauh di bawah ekspektasi, sehingga pasar mulai membuka peluang pemangkasan suku bunga jumbo.
Ketidakpastian juga menyelimuti Jepang setelah Ishiba mundur pada Minggu (7/9).
Investor menaruh perhatian pada siapa penggantinya, termasuk kemungkinan politisi Partai Demokrat Liberal (LDP) senior Sanae Takaichi yang dikenal mendorong kebijakan fiskal dan moneter longgar serta mengkritisi kenaikan suku bunga Bank of Japan (BOJ).
Pasar obligasi Jepang juga menunjukkan gejolak. Imbal hasil obligasi pemerintah tenor super panjang mendekati rekor tertinggi.
Sementara indeks Nikkei sempat turun dari rekor sebelumnya. Namun pada perdagangan Senin, Nikkei justru melonjak 1,8%, mendekati puncak historis.
Baca Juga: Dolar Taiwan dan Rupiah Menguat Tipis terhadap Dolar AS pada Senin (8/9) Pagi
“Pasar akan menilai situasi ini dari sisi kebijakan fiskal, inflasi, dan respons BOJ. Dalam jangka pendek, yen kemungkinan melemah dan pasar saham justru mendapat dorongan, meski kepastian kepemimpinan tetap krusial,” ujar Kyle Rodda, analis senior di Capital.com.
Yen anjlok 0,6% menjadi 148,39 per dolar AS. Sementara itu, MSCI Asia Pasifik di luar Jepang menguat 0,4%, saham unggulan China naik 0,3%, dan Hang Seng Hong Kong bertambah 0,35%.
The Fed dalam sorotan
Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed mendorong pasar saham global sekaligus menekan imbal hasil obligasi.
Futures S&P 500 naik 0,19% di sesi Asia setelah sesi Jumat yang bergejolak, ketika indeks sempat mencetak rekor namun akhirnya ditutup turun 0,3%.
Baca Juga: Kekayaan Michael Saylor Naik US$1 Miliar, Masuk Daftar 500 Orang Terkaya Bloomberg
Imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun, yang sensitif terhadap kebijakan moneter, berada di 3,527% atau sedikit di atas level terendah lima bulan di 3,464%.
Investor kini menunggu laporan inflasi AS pada Kamis (11/9) untuk mengukur risiko lonjakan harga yang bisa menahan langkah pemangkasan agresif.
“Mayoritas investor memperkirakan pemangkasan 25 basis poin bulan ini, tetapi peluang pemangkasan 50 bps juga semakin terbuka,” kata Harun Thilak, Kepala Pasar Modal Global Amerika Utara Validus Risk Management.
Menurut CME FedWatch, pasar telah sepenuhnya mematok peluang pemangkasan 25 bps bulan ini, dengan probabilitas 8% untuk pemangkasan 50 bps. Total penurunan suku bunga yang diperkirakan hingga akhir tahun mencapai 68 bps.
“Fed punya cukup alasan untuk memangkas 25 bps bulan ini, dan kemungkinan dua kali lagi dalam enam bulan mendatang,” ujar George Boubouras, Kepala Riset K2 Asset Management.
Baca Juga: Waspada! Hong Kong Ditutup Total Akibat Badai Tapah, Senin (8/9)
Emas dan komoditas
Di pasar valas, euro melemah tipis ke US$1,1713 setelah reli 0,6% pada Jumat, sementara poundsterling diperdagangkan di US$1,3492.
Investor juga menyoroti Eropa, khususnya Prancis, di mana Perdana Menteri Francois Bayrou menghadapi mosi tidak percaya pada Senin, yang berpotensi memperdalam krisis politik di ekonomi terbesar kedua zona euro.
Harga emas bertahan di US$3.588 per ons, hanya selangkah dari level US$3.600. Sejak awal 2025, harga emas telah melonjak 37% setelah naik 27% sepanjang 2024.
Harga minyak juga menguat sekitar 1% setelah OPEC+ sepakat memperlambat kenaikan produksi mulai Oktober, seiring prospek permintaan global yang melemah.