Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Aktivitas sektor jasa Jepang kembali mencatatkan pertumbuhan solid pada September 2025, ditopang oleh permintaan domestik yang kuat.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan kinerja sektor manufaktur yang masih menyusut, menurut survei swasta yang dirilis Jumat (3/10).
Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) jasa Jepang versi S&P Global naik tipis menjadi 53,3 pada September dari 53,1 di Agustus.
Baca Juga: PMI Manufaktur Jepang Turun ke 48,5 pada September 2025, Sinyal Kontraksi Berlanjut
Angka ini melampaui estimasi awal (flash) sebesar 53,0 dan mencatatkan ekspansi selama 11 bulan berturut-turut di atas level 50,0 yang menandakan pertumbuhan.
Ekspansi tersebut didorong oleh kenaikan berkelanjutan pada pesanan baru, terutama dari klien domestik. Namun, permintaan ekspor kembali turun untuk bulan ketiga berturut-turut.
Dari sisi ketenagakerjaan, perusahaan jasa menambah tenaga kerja meski tipis, seiring meningkatnya penjualan dan ekspektasi permintaan di masa depan.
Tingkat kepercayaan bisnis pun berada di level tertinggi delapan bulan terakhir, didorong rencana ekspansi usaha dan peluncuran produk baru.
Tekanan biaya input terlihat sedikit mereda, tetapi perusahaan tetap menghadapi ongkos tinggi untuk tenaga kerja, bahan baku, dan energi.
Baca Juga: Pemangkasan Energi Terbarukan Jepang Pecah Rekor, Nuklir Kian Dominan
Hal ini mendorong kenaikan harga output karena biaya tersebut dialihkan ke konsumen.
Secara keseluruhan, prospek ekonomi Jepang pada September kurang menggembirakan.
Indeks PMI komposit yang menggabungkan sektor manufaktur dan jasa turun menjadi 51,3 dari 52,0 di Agustus, level pertumbuhan gabungan paling lambat sejak Mei.
Menurut Annabel Fiddes, Associate Director Economics S&P Global Market Intelligence data menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Jepang masih bergantung pada permintaan domestik.
“Baik manufaktur maupun jasa sama-sama melaporkan penurunan pesanan ekspor,” ujarnya.
Baca Juga: Ekonomi Jepang Pulih, tapi Industri Otomotif Tertekan Tarif AS
Sementara itu, survei kuartalan Bank of Japan pada Rabu (1/10) mencatat bahwa pelaku usaha Jepang mulai beradaptasi dengan dampak awal tarif impor AS.
Meski begitu, kekhawatiran tetap muncul terkait kenaikan biaya tenaga kerja, melambatnya permintaan wisatawan, dan tekanan inflasi.