Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyatakan penutupan sebagian operasi pemerintah Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak Rabu (1/10/2025) tidak akan memengaruhi sovereign rating negara tersebut dalam jangka pendek.
Fitch menilai, dampak ekonomi dari shutdown akan sangat bergantung pada skala dan durasi kebuntuan politik yang saat ini terjadi di Kongres dan Gedung Putih.
“Fitch akan terus menilai perkembangan terkait lingkungan regulasi AS, rule of law, serta sistem check and balances institusional sebagai bagian dari analisis kredit sovereign,” tulis Fitch.
Baca Juga: Shutdown AS Bikin Emas Bersinar, Terbang Menuju US$ 3.900
Lembaga itu memperkirakan defisit anggaran pemerintah umum AS akan menyempit menjadi 6,8% dari PDB pada 2025, turun dari 7,7% pada 2024.
Penurunan ini antara lain didorong lonjakan penerimaan tarif impor yang diproyeksikan mencapai US$ 300 miliar.
“Meski ada ketidakpastian kebijakan dan potensi erosi institusional, kami memperkirakan status dolar AS sebagai mata uang cadangan utama dunia yang merupakan kekuatan material bagi sovereign rating akan tetap terjaga dalam waktu mendatang,” tambah Fitch.
Sementara itu, S&P Global Ratings dalam pernyataan terpisah menilai shutdown pemerintah umumnya hanya memiliki efek marginal terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Mereka juga menegaskan bahwa shutdown bukan merupakan credit event bagi sovereign rating AS.
Namun, S&P Global memperingatkan dampak sekunder bisa meningkat seiring waktu, misalnya dari pemangkasan belanja pekerja federal yang dirumahkan serta tertundanya rilis data ekonomi penting yang menambah ketidakpastian bagi kebijakan The Federal Reserve.
Baca Juga: Penyebab Pemerintah AS Shutdown dan Dampaknya Terhadap Ekonomi
S&P Global memperkirakan shutdown berpotensi memangkas pertumbuhan PDB AS sebesar 0,1%–0,2% untuk setiap pekan pemerintah tidak beroperasi.
Shutdown bisa menimbulkan implikasi luas, mulai dari terhambatnya layanan publik, melambatnya aktivitas ekonomi, hingga meningkatnya ketidakpastian di pasar dan dunia usaha.
Sebagai catatan, shutdown terpanjang di AS terjadi pada 2018–2019 selama 35 hari pada masa Presiden Donald Trump, yang berakhir sebagian setelah terjadi keterlambatan penerbangan akibat petugas lalu lintas udara absen bekerja.
Meski demikian, pasar saham AS sempat bangkit dari pelemahan awal pada Rabu.
“Shutdown pemerintah memang merepotkan dan berantakan, tetapi sedikit bukti bahwa hal itu memberi dampak signifikan bagi perekonomian,” ujar Scott Helfstein, Head of Investment Strategy di Global X.
Baca Juga: Ini Dampak Shutdown Pemerintah AS bagi Indonesia
“Biasanya, aktivitas ekonomi yang hilang, jika memang signifikan, akan pulih pada kuartal berikutnya,” katanya.