Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BERLIN. Friedrich Merz, yang memimpin oposisi konservatif Jerman meraih kemenangan dalam pemilu nasional, berjanji memperkuat kemandirian Eropa dari Amerika Serikat saat ia bersiap membentuk pemerintahan.
Merz menghadapi negosiasi koalisi yang sulit setelah Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) meraih posisi kedua dengan 20,5% suara, sementara aliansi tiga partai Kanselir Olaf Scholz mengalami kekalahan telak.
Partai-partai utama menolak bekerja sama dengan AfD yang mendapat dukungan dari tokoh AS seperti Elon Musk.
Baca Juga: Pengaruh Jerman di Uni Eropa Mulai Memudar, Ini Tanda-tandanya
Dalam pernyataannya, Merz mengkritik tekanan AS selama kampanye dan menyamakan intervensi Washington dengan Rusia.
Ia menekankan pentingnya persatuan Eropa guna mengurangi ketergantungan pada AS. Meski Presiden Donald Trump menyambut hasil pemilu, Merz menilai pemerintahan Trump kurang peduli terhadap Eropa.
Koalisi CDU/CSU yang dipimpin Merz memenangkan 28,5% suara, namun hasil ini tetap menjadi yang terburuk kedua dalam sejarah partai. Sementara itu, SPD yang dipimpin Scholz meraih 16,5%, hasil terendah sejak Perang Dunia II.
Partai Hijau memperoleh 11,8%, sementara Die Linke mencatatkan 8,7%. Partai FDP dan Sahra Wagenknecht Alliance (BSW) masih berjuang melampaui ambang batas parlemen 5%.
Baca Juga: Pemilu Jerman: Partai Konservatif Diprediksi Menang
Merz dipandang sebagai pemimpin yang lebih konservatif dibanding mantan Kanselir Angela Merkel.
Ia mendukung pengiriman rudal Taurus ke Ukraina dan menegaskan komitmennya terhadap NATO. Namun, ketidakpastian koalisi dapat memperpanjang masa Scholz sebagai pejabat sementara, menunda kebijakan ekonomi yang mendesak bagi Jerman yang tengah mengalami kontraksi.
Jumlah pemilih mencapai 83%, tertinggi sejak reunifikasi 1990. Pemilih laki-laki lebih cenderung mendukung partai kanan, sementara perempuan lebih memilih partai kiri.
Proses negosiasi yang panjang berpotensi menciptakan kekosongan kepemimpinan di Eropa di tengah ancaman perang dagang dan ketidakpastian geopolitik.