Sumber: The Straits Times | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Deretan sanksi yang diterima Rusia menyusul invasinya ke Ukraina diprediksi akan membuat ekonomi negara itu terasa mundur hingga 15 tahun. Sejalan dengan itu, sanksi juga akan merusak hubungan baik dengan Barat yang telah terjalin selama 30 tahun.
Menurut pantau para ekonom di Institute for International Finance (IIF) yang dirilis hari Rabu (8/6), ekonomi Rusia akan berkontraksi sebesar 15% pada tahun ini dan bertambah 3% lagi pada 2023.
"Proyeksi ini berarti bahwa perkembangan saat ini akan menghapus keuntungan ekonomi Rusia sekitar 15 tahun," tulis IIF, seperti dikutip The Straits Times.
Baca Juga: Bank Dunia Siapkan US$1,49 Miliar untuk Membayar Gaji Pekerja Pemerintahan Ukraina
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa sanksi ekonomi akan memperlambat permintaan domestik, sehingga meredupkan prospek ekonomi dalam jangka pendek serta menengah dan panjang.
Kondisi itu akan terus memburuk karena sanksi diikuti oleh menurunnya kemampuan Rusia untuk membayar utang luar negeri, kenaikan harga, serta keluarnya banyak perusahaan asing dari negara tersebut.
IIF menyebut perang ekonomi yang ada saat ini telah benar-benar menghancurkan ekonomi Rusia. Mereka mencatat, beberapa dampak yang lebih berat masih menanti Rusia.
Ekonom IIF Elina Ribakova, menambahkan bahwa sanksi yang diterima Rusia juga akan mengganggu integrasi dengan Eropa yang telah terjalin selama 30 tahun. Hal ini juga akan secara perlahan mempengaruhi aktivitas investasi secara global.
Baca Juga: Ekonomi Global Terancam Stagfalasi, Begini Penjelasan Bank Dunia
Meskipun demikian, wakil presiden eksekutif IIF Clay Lowery, mengatakan sanksi tidak bisa benar-benar efektif dalam menghukum suatu negara. Semuanya juga bergantung pada tujuan negara pemberi sanksi.
"Jika kesuksesan adalah menghancurkan ekonomi, maka itu pasti beberapa dampak dan itu akan terus meningkat. Tetapi sanksi tidak memiliki rekam jejak yang bagus dalam mendorong perubahan kebijakan besar," pungkas Lowery.
Dampak akhirnya juga masih akan bergantung pada kebijakan pemerintah negara penerima sanksi serta hubungan mereka dengan negara-negara lain yang masih menjalin hubungan baik dengannya.