kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Harga Minyak Anjlok, Konflik Perdagangan AS-China Memicu Kekhawatiran Resesi


Senin, 07 April 2025 / 20:23 WIB
Harga Minyak Anjlok, Konflik Perdagangan AS-China Memicu Kekhawatiran Resesi
ILUSTRASI. Harga minyak melanjutkan penurunan pada Senin (7/4), turun lebih dari 2% karena meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. REUTERS/Angus Mordant/File Photo


Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - LONDON. Harga minyak melanjutkan penurunan pada  Senin (7/4), turun lebih dari 2% karena meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China memicu kekhawatiran akan resesi yang akan mengurangi permintaan minyak mentah sementara OPEC+ bersiap untuk meningkatkan pasokan.

Benchmark harga minyak Brent dan WTI sama-sama turun ke level terendah sejak April 2021.

Mengutip Reuters, Senin (7/4), harga minyak berjangka Brent turun US$ 1,61, atau 2,5%, menjadi US$ 63,97 per barel pada pukul 13.01 GMT dan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun US$ 1,64, atau 2,7%, menjadi US$ 60,35.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Merosot, Menekan atau Menguntungkan APBN?

Harga minyak anjlok 7% pada hari Jumat karena China menaikkan tarif atas barang-barang AS, yang meningkatkan perang dagang yang telah menyebabkan investor memperkirakan kemungkinan resesi yang lebih tinggi. 

Minggu lalu, harga minyak Brent dan WTI masing-masing turun 10,9% dan 10,6%.

"Ketidakpastian seputar kebijakan tarif - itu masih sangat terasa. Anda melihat sejumlah bank Wall Street memangkas prospek ekonomi dan menyerukan kemungkinan resesi yang jauh lebih besar," kata Harry Tchilinguirian dari Onyx Capital Group. 

"Itulah yang benar-benar mendorong sentimen." 

Goldman Sachs pada hari Senin memperkirakan peluang resesi sebesar 45% di AS selama 12 bulan ke depan dan melakukan revisi ke bawah terhadap proyeksi harga minyaknya. 

Citi dan Morgan Stanley juga memangkas prospek Brent mereka. JPMorgan mengatakan minggu lalu bahwa mereka melihat peluang resesi sebesar 60% di AS dan secara global.

Arab Saudi pada hari Minggu mengumumkan pemotongan tajam harga minyak mentah untuk pembeli Asia, sehingga harga turun pada bulan Mei ke level terendah dalam empat bulan.

"Ini menunjukkan keyakinan bahwa tarif akan merugikan permintaan minyak," kata analis PVM Tamas Varga. 

Baca Juga: Harga Minyak Terus Merosot di Pagi Ini (7/4), WTI Kembali ke Bawah US$ 60 Per Barel

"Ini menunjukkan bahwa Saudi, memperkirakan keseimbangan penawaran dan permintaan akan terpengaruh dan mereka terpaksa memangkas harga jual resmi mereka."

Menanggapi tarif Presiden AS Donald Trump, China pada Jumat (4/4) mengatakan bahwa mereka akan mengenakan pungutan tambahan sebesar 34% pada barang-barang Amerika, yang mengonfirmasi kekhawatiran investor bahwa perang dagang global telah dimulai.

Impor minyak, gas, dan produk olahan dibebaskan dari tarif baru Trump yang luas, tetapi kebijakan tersebut dapat memicu inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan mengintensifkan sengketa perdagangan, yang membebani harga minyak.

Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan pada hari Jumat bahwa tarif baru Trump lebih besar dari yang diharapkan dan dampak ekonominya kemungkinan besar juga demikian.

Menambah momentum penurunan, kelompok OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya memutuskan untuk memajukan rencana peningkatan produksi. 

Baca Juga: China Balas Tarif AS, Harga Minyak Dunia Longsor Hingga 8%

OPEC+ berencana untuk mengembalikan 411.000 barel per hari ke pasar pada bulan Mei, naik dari yang direncanakan sebelumnya 135.000 barel per hari.

"Potensi masuknya pasokan ini, yang membalikkan pemotongan yang dipertahankan selama dua tahun terakhir, merupakan perubahan besar dalam dinamika pasar dan bertindak sebagai penghambat harga yang signifikan," kata Sugandha Sachdeva, pendiri firma riset SS WealthStreet yang berbasis di New Delhi.

Pada akhir pekan, para menteri OPEC+ menekankan perlunya kepatuhan penuh terhadap target produksi minyak dan meminta para produsen yang kelebihan produksi untuk menyerahkan rencana paling lambat tanggal 15 April sebagai kompensasi atas pemompaan yang terlalu banyak.

Permintaan sudah tampak melemah, dengan impor minyak mentah melemah di Asia pada kuartal pertama, menurut data yang dikumpulkan oleh LSEG Oil Research.

Selanjutnya: Kinerja Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) Masih Prospektif, Simak Rekomendasinya

Menarik Dibaca: Dominan Cerah, Ini Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (8/4)



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×