Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak bergerak stabil pada perdagangan Kamis (17/11/2025) setelah anjlok sekitar 4% pada sesi sebelumnya.
Investor mencermati kekhawatiran kelebihan pasokan global di tengah bersiapnya sanksi baru AS terhadap perusahaan minyak Rusia, Lukoil.
Melansir Reuters, harga minyak Brent naik US$ 0,30 atau 0,5% menjadi US$ 63,01 per barel.
Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat US$ 0,20 atau 0,3% ke US$ 58,69 per barel, setelah merosot 4,2% pada Rabu.
Baca Juga: Wakil Ketua The Fed: Pemotongan Suku Bunga Selanjutnya Harus Ekstra Hati-hati
“Ada potensi dukungan kuat untuk harga minyak di sekitar US$ 60 per barel, terutama karena kemungkinan gangguan jangka pendek pada aliran ekspor Rusia ketika sanksi lebih ketat mulai berlaku,” ujar Suvro Sarkar, pimpinan tim sektor energi DBS Bank.
AS menjatuhkan sanksi terhadap Lukoil sebagai bagian dari upaya menekan Kremlin agar kembali ke meja perundingan terkait perang Ukraina. Sanksi tersebut melarang transaksi dengan Lukoil per 21 November.
Namun, penguatan harga tertahan oleh laporan Energy Information Administration (EIA) yang menunjukkan lonjakan persediaan minyak mentah AS lebih besar dari perkiraan.
Stok bensin dan distilat juga turun lebih sedikit dari ekspektasi.
Baca Juga: Jerman Akan Cabut Penangguhan Penjualan Senjata ke Israel
EIA melaporkan persediaan minyak mentah AS naik 6,4 juta barel menjadi 427,6 juta barel pada pekan yang berakhir 7 November.
Angka ini jauh di atas perkiraan analis yang memperkirakan kenaikan 1,96 juta barel. Data American Petroleum Institute (API) sehari sebelumnya menunjukkan kenaikan 1,3 juta barel.
Harga minyak sempat jatuh lebih dari US$ 2 per barel pada Rabu setelah laporan OPEC mengindikasikan pasokan global berpotensi sedikit melampaui permintaan pada 2026—bergeser dari proyeksi defisit sebelumnya.
“Pelemahan harga baru-baru ini dipicu revisi OPEC atas proyeksi keseimbangan supply-demand untuk 2026, yang kini mengakui kemungkinan surplus pasokan, berbeda dari sikap bullish sebelumnya,” kata Sarkar.
Baca Juga: Ekspansi Agresif, BYD Targetkan 2.000 Titik Penjualan di Eropa
Perhitungan Reuters atas laporan OPEC menunjukkan surplus pasokan tahun depan jika produksi OPEC+ bertahan pada level Oktober, di tengah kenaikan produksi dari anggota OPEC+ serta negara lain.
Laporan bulanan Badan Energi Internasional (IEA) juga menaikkan proyeksi pertumbuhan pasokan minyak global untuk tahun ini dan 2026, menandakan surplus yang lebih besar.
EIA AS turut menyampaikan bahwa produksi minyak AS tahun ini kemungkinan mencetak rekor lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
EIA menambahkan, persediaan minyak global akan terus meningkat hingga 2026 seiring pertumbuhan produksi yang lebih cepat daripada permintaan, sehingga memberi tekanan pada harga minyak.
Baca Juga: Australia Siap Investasi AU$ 2 Miliar di Infrastruktur Asia Tenggara, Indonesia Siap?
Di sisi lain, berakhirnya penutupan pemerintah AS yang berlangsung terlama sepanjang sejarah dan mengganggu layanan publik hingga lebih dari satu juta pekerja tidak digaji diperkirakan ikut mendukung permintaan energi.
“Kembalinya pemerintah beroperasi akan membantu mengangkat permintaan dalam jangka pendek, terutama dengan aktivitas kerja yang pulih, harapan perjalanan liburan normal kembali, dan musim belanja akhir tahun yang segera dimulai,” ujar Carl Larry, manajer penjualan trading and risk di Enverus.













