Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Kepolisian Hong Kong menembak demonstran remaja pada aksi unjuk rasa yang berlangsung Selasa (1/10). Ini merupakan korban pertama yang terkena amunisi langsung dalam unjuk rasa yang berlangsung hampir empat bulan lamanya di Hong Kong. Remaja tersebut tertembak di tengah bentrokan keras pada peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China.
Melansir Reuters, aksi kejar-kejaran menyebar dari distrik perbelanjaan Causeway Bay ke area Admiralty yang merupakan pusat kantor pemerintahan Hong Kong, kemudian ke New Territories yang berbatasan dengan daratan China. Dalam kejadian ini, polisi menembakkan gas air mata dan water cannon ke para aktivis yang melempar bom molotov.
Baca Juga: Hong Kong kian membara, bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa meluas
Polisi mengatakan seorang perwira menembak seorang lelaki berusia 18 tahun di bahunya. Kejadian itu terjadi di daerah Tsuen Wan di New Territories. Para pengunjuk rasa sebelumnya ditembak dengan peluru kacang dan peluru karet. Selain itu, petugas juga menembakkan peluru langsung ke udara.
Kepala polisi Stephen Lo mengatakan penembakan peluru langsung adalah sah dan adil.
"Kehidupan polisi berada di bawah ancaman serius, itu sebabnya mereka menembakkan peluru tajam," katanya kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa remaja yang terluka itu masih dalam kondisi sadar ketika dibawa ke rumah sakit.
Baca Juga: Demo memasuki minggu ke-17, bisnis wisata Hong Kong merosot 86%
Rekaman video dramatis dari penembakan Tsuen Wan menunjukkan kekacauan pelaku aksi unjuk rasa saat berhadapan dengan polisi anti huru hara. Ketika remaja yang terluka itu mundur dan jatuh, seseorang mencoba membantu, tetapi seorang polisi lain menendangnya ke tanah.
Baca Juga: China diam-diam menggandakan jumlah pasukan militer di Hong Kong
Chaos yang terjadi pada Selasa kemarin merupakan yang paling luas sejak kerusuhan meletus pada awal Juni. Hal ini menjerumuskan Hong Kong ke dalam krisis politik terbesar dalam beberapa dasawarsa terakhir dan menghadirkan tantangan rakyat paling serius bagi Presiden Xi Jinping sejak ia berkuasa.
Para pengunjuk rasa bersumpah tidak akan berhenti hingga tuntutan mereka untuk mendapatkan demokrasi yang lebih besar di panggung internasional.
"Saya tidak muda, tetapi jika kita tidak berbaris sekarang, kita tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk berbicara lagi, sesederhana itu," kata seorang warga Hong Kong yang mengikuti long march di dekat Causeway Bay seperti yang dikutip Reuters.