Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Usulan Presiden Donald Trump untuk menetapkan harga obat berdasarkan harga internasional diperkirakan dapat merugikan industri farmasi hingga US$ 1 triliun selama satu dekade, menurut perkiraan asosiasi perdagangan terbesar sektor tersebut, PhRMA, kepada anggota Kongres.
Proposal yang pertama kali disampaikan Gedung Putih pekan lalu mengejutkan industri farmasi dan membuat banyak perusahaan melobi intensif. Rencana tersebut disebut-sebut sebagai cara membantu membiayai pemotongan pajak yang diusulkan pemerintahan Trump.
Secara spesifik, Gedung Putih meminta Partai Republik di DPR mengaitkan harga obat dalam program Medicaid dengan harga yang lebih rendah di negara-negara asing. Medicaid adalah program asuransi kesehatan pemerintah untuk warga berpenghasilan rendah dan penyandang disabilitas. Kebijakan ini diperkirakan menyebabkan kerugian miliaran dollar bagi produsen obat, karena berkurangnya pendapatan dari harga jual.
Baca Juga: Korea Selatan dan Amerika Serikat Gelar Konsultasi Dagang di Washington Pekan Ini
Meskipun Trump pernah mengeksplorasi gagasan serupa sebelumnya, penerapan kebijakan ini pada Medicaid datang secara tiba-tiba dan mengejutkan banyak pihak di industri. Asosiasi industri obat bermerek, PhRMA, bahkan mengadakan panggilan darurat dengan dewan direksinya pada hari Minggu untuk membahas strategi penolakan.
Sejumlah eksekutif perusahaan farmasi terkemuka dunia dijadwalkan datang langsung ke Washington pekan ini dalam rangka pertemuan dewan yang telah dijadwalkan sebelumnya. Kini pertemuan tersebut berubah menjadi forum strategis untuk menghadapi kebijakan Gedung Putih yang dianggap merugikan.
“Penetapan harga oleh pemerintah dalam bentuk apa pun merugikan pasien Amerika,” kata juru bicara PhRMA, Alex Schriver, dalam pernyataan tertulis dikutip Bloomberg. Menurut Schriver, penerapan harga referensi internasional dalam Medicaid tidak menghemat uang bagi pasien justru bisa menambah beban mereka.
Para CEO perusahaan farmasi juga mulai melakukan pendekatan langsung ke anggota Kongres. Seorang staf anggota DPR dari Partai Republik menyebutkan telah menerima kontak dari tujuh perusahaan farmasi dan kelompok industri hanya dalam waktu satu setengah hari.
Harga obat Medicaid juga berkaitan dengan program diskon lainnya untuk rumah sakit, sehingga perubahan kebijakan ini dapat menimbulkan efek berantai yang kompleks. Di sisi lain, perwakilan dari asosiasi bioteknologi BIO menyatakan kebijakan tersebut bisa sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang inovatif di sektor bioteknologi.
Baca Juga: Warren Buffett Peringatkan Washington di Tengah Rekor Keuangan Berkshire Hathaway
Beberapa anggota DPR dari Partai Republik, termasuk Ketua Panel Pemangkasan Anggaran Medicaid, Brett Guthrie, sebelumnya telah menyuarakan penolakan terhadap kebijakan harga referensi internasional. Sumber yang dekat dengan Guthrie menyebutkan pandangannya terhadap kebijakan itu tidak berubah. Ia berencana menggelar pertemuan internal dengan anggota Partai Republik lainnya pada Rabu pagi untuk merumuskan keputusan akhir.
Hingga kini belum ada rancangan undang-undang formal yang memungkinkan perhitungan pasti mengenai potensi penghematan kebijakan tersebut bagi pemerintah federal. Meski begitu, penghematan itu tetap menjadi fokus penting bagi Partai Republik yang sedang mencari sumber pembiayaan untuk program pemotongan pajak.
Gedung Putih belum memberikan komentar atas estimasi kerugian US$ 1 triliun dari PhRMA.
Joe Grogan, mantan kepala Dewan Kebijakan Domestik Gedung Putih di masa jabatan pertama Trump dan kini menjadi konsultan perusahaan kesehatan, mengatakan keinginan Trump untuk menurunkan harga obat dan membawa produksi kembali ke AS seharusnya tidak mengejutkan.
“Bagi saya aneh jika ada di industri ini yang mengira Trump tidak serius. Dia sudah sangat jelas sejak awal,” ujar Grogan.
Baca Juga: Kecelakaan Mengerikan di Washington, Trump: Helikopter Terbang Terlalu Tinggi