Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JOHANNESBURG. Sungguh memprihatinkan. Tingkat inflasi di Zimbabwe kembali mencetak rekor tertinggi di dunia. Coba bayangkan, pada Juni lalu, tingkat inflasi di negara tersebut mencapai 11,2 juta%. Padahal, menurut Acting Director Central Statistics Office Moffat Nyoni, pada bulan sebelumnya, tingkat inflasi di negara itu sudah mencapai 2,2 juta%.
Super tingginya tingkat inflasi (hyperinflation), membuat perekonomian negara tersebut mengalami kelumpuhan dan nilai mata uang dolar Zimbabwe terus tergerus. Asal tahu saja, hiperinflasi yang terjadi di Zimbabwe melampaui inflasi yang terjadi di negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Bolivia dan Brazil pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Berdasarkan data yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF), pada Agustus 1985 tingkat inflasi di Bolivia mencapai 23.447%.
Dapat dikatakan, kondisi perekonomian di Zimbabwe benar-benar memprihatinkan. Uang tunai seperti tidak ada artinya. Masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kupon untuk bahan bakar sebagai alat tukar dengan barang-barang kebutuhan rumah tangga dan furnitur. Bahkan para pedagang eceran lebih memilih untuk menerima pembayaran dengan menggunakan kupon dibanding mata uang lokal karena terjadinya devaluasi yang cepat terhadap dolar Zimbabwe.
Memang sebelumnya, bank sentral negara itu sudah melakukan penurunan nilai mata uang atau yang biasa dikenal dengan revaluasi. Uang yang bernilai 100 miliar dolar Zimbabwe direvaluasi menjadi 10 dolar Zimbabwe. Namun sayang, hal itu tidak berpengaruh banyak terhadap penguatan mata uang Zimbabwe.
“Perekonomian Zimbabwe saat ini terus mengalami kemunduran,” kata Victor Munyama, ekonom Standard Bank Group Ltd. Menurut Munyama, di negara itu terjadi pengurangan transaksi mata uang asing. Selain itu, Zimbabwe juga tidak memiliki sumber daya untuk mengimpor bahan baku agar bisa dapat terus berproduksi. “Ini yang menjadi masalah utamanya,” jelas Munyama.
Selain itu, krisis yang terjadi di pemerintahan juga menambah parah kondisi perekonomian Zimbabwe. Sejak Presiden Robert Mugabe mengklaim kemenangannya pada pemilu tunggal lalu, negara ini mengalami kelimbungan politik. Tidak hanya itu, negara yang terletak di Afrika Selatan itu sudah mengalami kekurangan komoditi dasar sejak 2001. Itu terjadi setelah tahun sebelumnya, Mugabe mulai menguasai perkebunan dan pertanian komersial milik warga kulit putih.
“Hiperinflasi akan terus menjadi masalah selama tidak ada penyelesaian dalam krisis politik. Jika krisis politik dapat diselesaikan, mereka akan mendapatkan pendanaan yang mereka butuhkan dari pihak luar seperti IMF,” kata Munyama.