Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pasukan Ukraina di Kursk mengalami tekanan dari militer Rusia dan kehilangan sejumlah wilayah dalam beberapa hari terakhir, namun tidak dikepung sepenuhnya, demikian menurut laporan intelijen yang dibagikan kepada Gedung Putih.
Penilaian ini bertentangan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Menurut tiga pejabat AS dan Eropa yang mengetahui laporan intelijen tersebut, badan intelijen AS, termasuk CIA, telah menyampaikan informasi ini kepada Gedung Putih dalam seminggu terakhir. Namun, Trump tetap menyatakan bahwa pasukan Ukraina telah sepenuhnya dikepung di wilayah Kursk.
Baca Juga: Trump Hentikan Pembagian Intelijen AS ke Ukraina, Tekanan Diplomasi Meningkat
Intelijen AS dan Eropa menegaskan bahwa meskipun Ukraina menghadapi tekanan kuat dari Rusia, pasukannya belum sepenuhnya terisolasi.
Para ahli menilai pernyataan Putin pada 13 Maret, yang menyebut pasukan Ukraina di Kursk telah terputus dan harus “menyerah atau mati,” sebagai misinformasi yang bertujuan memberikan Rusia posisi tawar dalam negosiasi gencatan senjata.
Trump, dalam unggahan media sosial pada 14 Maret, mengklaim bahwa dirinya meminta Putin menyelamatkan nyawa ribuan warga Ukraina yang disebutnya “dikepung sepenuhnya.” Putin dikabarkan bersedia melakukannya jika pasukan Ukraina menyerah.
Klaim serupa kembali disampaikan Trump dalam pidatonya di Kennedy Center, Washington, pada Senin serta dalam wawancara dengan Fox News pada Selasa.
Baca Juga: Ini Cara Lain AS untuk Menekan Ukraina Terkait Kesepakatan Damai Rusia
Dewan Keamanan Nasional AS tidak memberikan tanggapan langsung terkait penilaian intelijen ini, tetapi mengarahkan pertanyaan kepada pernyataan bersama Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz.
Dalam pernyataan itu disebutkan bahwa Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy telah berdiskusi pada Rabu dan sepakat untuk terus berbagi informasi intelijen mengenai situasi di Kursk.
Gedung Putih, CIA, dan Kantor Direktur Intelijen Nasional menolak memberikan komentar lebih lanjut. Sementara itu, Zelenskiy membantah klaim bahwa pasukannya telah dikepung, serta menuduh Putin menyebarkan informasi yang tidak akurat.
Meski demikian, ia mengakui bahwa situasi di Kursk sangat sulit dan memperkirakan Rusia akan melancarkan serangan lebih lanjut untuk menguasai wilayah tersebut.
Baca Juga: Putin Beri Peringatan, Mungkinkah Serangan Nuklir Terjadi? Ini Analisa Intelijen AS
Sejak pasukan Ukraina menembus perbatasan barat Rusia di Kursk pada Agustus lalu, Kyiv telah kehilangan sebagian besar wilayah yang dikuasainya. Dari hampir 500 mil persegi yang sebelumnya dikendalikan, kini Ukraina hanya menguasai sekitar 20 hingga 30 mil persegi, menurut data sumber terbuka.
Pada Selasa, Trump dilaporkan berbicara dengan Putin, yang menyatakan kesediaannya untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina selama 30 hari.
Namun, tawaran ini tidak sepenuhnya memenuhi permintaan gencatan senjata 30 hari yang diajukan Trump dan dinilai Zelenskiy sebagai langkah yang dapat diterima.
Mark Cancian, pensiunan kolonel Korps Marinir AS dan penasihat senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional, menilai langkah Putin bertujuan memperkuat narasi kemenangan Rusia dan melemahkan semangat perlawanan Ukraina.
Baca Juga: Ukraina Sebut Pasukan Korea Utara Dikerakan untuk Usir Tentara Ukraina di Kursk
“Ini adalah bagian dari strategi Rusia untuk menunjukkan bahwa perlawanan sia-sia dan kemenangan mereka tidak terhindarkan,” ujarnya.
Institut Studi Perang, sebuah lembaga pemantau konflik berbasis di AS, menyatakan pada 14 Maret bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan pasukan Rusia telah mengepung pasukan Ukraina dalam jumlah besar di Oblast Kursk atau di wilayah lain sepanjang garis depan Ukraina.
Para pejabat dan analis yang diwawancarai Reuters juga menyimpulkan bahwa klaim Putin pada 13 Maret tidak akurat.