Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Melansir Kompas.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut ada sejumlah sebab Inggris tengah dalam kondisi krisis ekonomi sebagaimana saat ini (krisis Inggris).
Namun, resesi di negara itu sejatinya akibat kebijakan ekonomi yang salah. Di saat bersamaan, ekonomi global juga sedang tidak baik. Hal itulah yang membuat sentimen negatif kemudian menjalar semakin kuat.
"Itu lebih spesifik karena policy mereka sendiri, tetapi juga bisa mempengaruhi sentimen karena kejadiannya berurutan pada saat Federal Reserve di AS menaikkan (suku bunga) 75 basis poin. Jadi itu menimbulkan kombinasi dua sentimen yang men-drive selama seminggu ini," kata Sri Mulyani dikutip pada Jumat (30/9/2022).
Ia menilai, kondisi yang dialami Inggris disebabkan oleh kebijakan fiskal negara itu sendiri. Pemerintah Inggris berencana memangkas pajak dan memberikan insentif investasi bagi dunia usaha, sementara di saat bersamaan otoritas moneternya menaikkan suku bunga acuan.
Baca Juga: Putin Mendeklarasikan Aneksasi Empat Wilayah Ukraina
Kebijakan pemerintah Inggris yang berfokus pada pertumbuhan itu membuat nilai tukar poundsterling anjlok. Para pelaku pasar khawatir utang Inggris akan kembali meningkat, padahal saat ini rasio utangnya sudah lebih 100 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bilang, setiap negara memiliki kebijakan masing-masing dalam membendung efek krisis ekonomi di Inggris.
"Setiap negara punya situasi khusus masing-masing. Kalau kita lihat apa yang terjadi di Inggris itu tentu pertama akan menimbulkan sentimen kepada seluruh dunia," ujar dia.