Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
China dan 10 anggota Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (Asean) memulai pembicaraan untuk kode perilaku pada tahun 2002, yang bertujuan untuk mengatur perilaku berbahaya dan mencegah pecahnya permusuhan di perairan yang disengketakan. Satu rancangan kode pertama kali diajukan pada Agustus 2018 tetapi tidak pernah dipublikasikan. Namun demikian, Beijing dan ASEAN telah sepakat untuk menyelesaikan negosiasi pada tahun depan.
Ding Duo, seorang peneliti di Institut Nasional Studi Laut China Selatan yang didukung oleh pemerintah China di Hainan, mengatakan perselisihan tentang penangkapan ikan mencerminkan perbedaan besar antara China dan Indonesia mengenai hak.
Baca Juga: Khusus di Natuna Jepang hibahkan kapal pengawas perikanan
"Indonesia meyakini pulau-pulau itu termasuk zona eksklusif ekonomi mereka, tetapi China mengatakan daerah itu adalah bagian dari daerah penangkapan ikan tradisional dan memiliki hak untuk menegaskan klaimnya," kata Ding.
Dia mengatakan para pemain di wilayah itu perlu menyepakati kode perilaku untuk menyelesaikan sengketa penangkapan ikan untuk memastikan mereka tidak meletus menjadi konflik yang lebih besar.
“Misalnya, harus ada pembatasan pada jumlah kapal penangkap ikan dan skala penangkapan di perairan yang disengketakan. Kegiatan penegakan hukum juga harus diatur,” kata Ding kepada South China Morning Post.
Baca Juga: Jokowi minta Jepang melanjutkan investasi di Natuna
"Kalau tidak, itu tidak hanya akan meningkatkan ketegangan tetapi juga meningkatkan sengketa penangkapan ikan normal menjadi masalah politik yang serius."
Masalah ini semakin penting karena berkurangnya stok di perairan dekat China dan meningkatnya permintaan domestik untuk makanan laut mendorong para nelayan China lebih jauh dari pantai.