Sumber: BBC | Editor: Asnil Amri
TOKYO. Penurunan kinerja ekonomi Jepang menjadi salah satu tantangan kinerja pemerintahan baru di negara Matahari Terbit itu. November lalu, data ekonomi Jepang melaporkan, kinerja industri mereka terpuruk seiring dengan pelemahan kinerja ekspor Jepang.
Harga konsumen ikut turun, dan menunjukkan deflasi akan berlanjut karena permintaan domestik turun. Saat ini, Jepang berupaya memacu permintaan domestik guna mengimbangi penurunan ekspor, yang telah terjadi sejak enam bulan terakhir.
Agar pertumbuhan industri tetap jalan, Jepang berusaha memacu konsumsi dalam negeri. Beberapa tahun terakhir, Jepang telah mengalami deflasi, karena lemahnya daya beli. Menurut data terakhir menyebutkan, indeks harga konsumen turun 0,1% di November dibandingkan tahun sebelumnya.
"Ini jelas merupakan indikasi bahwa deflasi benar terjadi pada ekonomi Jepang dan tak dapat dihindari, bank sentral harus akan melakukan sesuatu untuk mengatasinya," kata Martin Schulz dari Institut Penelitian Fujitsu kepada BBC.
Bank Sentral Jepang, Bank Of Japan, telah mendapatkan tekanan dari Perdana Menteri baru Shinzo Abe untuk mengambil kebijakan mengatasi deflasi. Abe meminta bank meningkatkan target inflasi menjadi 2% atau dua kali lipat dibandingkan target sekarang.
Selama masa kampanye, Abe menawarkan bank sentral mencetak mata uang yen "tanpa batas" untuk membantu peningkatan harga konsumen. Analis mengatakan, penurunan harga konsumen kemungkinan membuat bank sentral mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam waktu dekat.
"Bank of Japan mungkin lebih agresif dalam kebijakan keuangan dan juga tampaknya akan menaikkan target inflasi, yang akan merupakan indikasi akan adanya upaya yang dilakukan dalam waktu dekat," tambah Schulz.
Kinerja industri turun
Sementara itu, Menteri Perdagangan Ekonomi dan Industri Jepang mengatakan, produk industri turun 1,7% dari bulan sebelumnya. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, turun 5,8%.
Pemasukan Jepang dari sektor industri anjlok seiring dengan penurunan permintaan terhadap produk negara itu menyusul kondisi di zona eropa dan China. Krisis utang di sejumlah negara Eropa juga memukul ekspor Jepang ke kawasan itu.
Sementara ekspor ke China terganggu karena adanya ketegangan kedua negara terkait sengketa pulau di laut China. Selain itu, penguatan mata uang Jepang beberapa bulan terakhir juga memberikan dampak kepada ekspor, sehingga harga produk dari Jepang lebih mahal di pasar ekspor.
Dalam beberapa pekan terakhir, Yen turun sampai 10% dibandingkan dollar AS sejak Oktober lalu. Analis mengatakan, pelemahan mata uang tampaknya akan membantu peningkatan sektor ekspor, yang juga akan mendorong produksi di pabrik-pabrik Jepang. "Produksi industrial akan terbantu dengan pelemahan yen, di tengah kesulitan yang dialami perusahaan besar dalam masalah penjualan," kata Schulz.