Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
NEW YORK. Pimpinan the Federal Reserve Ben S Bernanke akan selalu diingat atas upayanya menyelamatkan Wall Street setelah terjadi krisis finansial pada 2008 lalu. Namun, berdasarkan analisa sejumlah analis, warisan yang ia berikan sebenarnya akan benar-benar ditentukan oleh program quantitative easing bank sentral dan bagaimana hal tesebut mempengaruhi emerging market.
Pasalnya, dana panas yang dipicu oleh pelonggaran kebijakan the Fed dengan cepat keluar dari emerging market. Hal ini memicu kecemasan atas dampak negatif dari QE. Menurut analis Bank of America Merrill Lynch, kondisi itu merupakan titik hitam dari stabilitas finansial dari kebijakan Bernanke yang dapat mempengaruhi pandangan terhadap pimpinan bank sentral dalam buku sejarah.
"Warisan Bernanke sangat tergantung dari bagaimana pemerintah di dunia emerging market dapat mengatasi gelombang likuiditas global dan setelahnya. Risiko emerging market mendukung pandangan kami bahwa dollar AS akan terus menguat dalam beberapa tahun ke depan," jelas Brian Smedley, rates strategist Bank of America Merrill Lynch.
Program pembelian aset the Federal Reserve senilai US$ 85 miliar per bulan telah mendorong masuknya dana segar ke dalam emerging market untuk mendapatkan return yang tinggi. Meski demikian, pada bulan lalu, bank sentral mengindikasikan bahwa suku bunga rendah dan likuiditas ekstra tidak akan bertahan selamanya. Stimulus ini bisa dipangkas nilainya sebelum akhir tahun ini.
Pada akhirnya, dana segar mulai menghilang dari emerging market seiring langkah investor dalam menata kembali posisi investasi mereka. Analis mengindikasikan bahwa reli pasar saham emerging market akan segera berakhir. Hal itu termasuk pasar saham dengan performa tertinggi termasuk Filipina, Thailand, dan Indonesia. Pasar saham emerging market tersebut sudah menghapus kenaikan yang ditorehkan pada tahun ini. Bahkan, penurunan pasar saham emerging market sudah mencapai 9% sejak Mei lalu.
Selain pasar saham, mata uang emerging market juga ikut terguncang. Sebagai contoh, rand Afrika Selatan yang sudah keok hingga 4,5% terhadao dollar AS. Atay real Brazil dan ringgit Malaysia yang melemah 3,5% sejak pertengahan Mei lalu.
Smedley mencatat, pasar saham dan obligasi emerging markets sudah melejit sejak tahun krisis finansial dimulai. "Portofolio arus dana asing dalam empat tahun terakhir yang masuk ke emerging market mencapai US$ 1,4 triliun. Angka itu dua kali lipat lebih tinggi dari periode empat tahun sebelumnya saat krisis finansial global belum terjadi," paparnya.
Steven Englander, head of G10 FX strategy Citigroup berpendapat, emerging market menerima dua pukulan yang harus diwaspadai. Yakni perlambatan ekonomi dan pembalikan kebijakan dari suku bunga rendah.
"Kami sangat optimistis dengan pertumbuhan ekonomi AS. Hanya saja, negara lain yang akan terkena dampaknya," jelas Englander.