Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
Sejak 2018, puluhan lembaga penting Iran termasuk bank sentral dan perusahaan minyak nasional dikenai sanksi karena dituduh mendukung terorisme atau penyebaran senjata.
Sherman menambahkan bahwa jika negosiasi gagal, Iran kemungkinan besar akan terus menghindari sanksi dan menjual minyak, terutama ke China, serta mungkin ke India dan negara-negara lain.
Meski China menjadi pembeli utama minyak Iran, tekanan dari pemerintahan Trump terhadap entitas perdagangan dan kapal tanker China membahayakan ekspor tersebut.
Baca Juga: Iran dan AS Lanjutkan Perundingan Nuklir di Tengah Batas Merah yang Bertolak Belakang
Analis memperingatkan bahwa dukungan China dan Rusia memiliki batas, karena Beijing menginginkan diskon besar dan berupaya menurunkan harga seiring pelemahan permintaan global.
Jika negosiasi tidak membuahkan hasil, baik China maupun Rusia tidak akan mampu melindungi Iran dari sanksi sepihak AS dan Uni Eropa.
Prancis, Inggris, dan Jerman juga telah memperingatkan bahwa mereka dapat memberlakukan kembali sanksi PBB jika tidak ada kesepakatan dalam waktu dekat.
Berdasarkan resolusi PBB tahun 2015, ketiga negara Eropa tersebut memiliki waktu hingga 18 Oktober untuk mengaktifkan "mekanisme snapback" sebelum masa berlaku resolusi berakhir.
Baca Juga: Negosiasi Nuklir AS-Iran: Trump Klaim Kesepakatan Kian Dekat!
Menurut dokumen yang diperoleh Reuters dan pernyataan sejumlah diplomat, negara-negara E3 dapat mengaktifkan mekanisme tersebut pada bulan Agustus jika belum tercapai kesepakatan substantif saat itu.
Seorang pejabat senior Eropa menambahkan, "Tidak ada alasan untuk mengira ini akan memakan waktu lebih sedikit dibandingkan 18 bulan pada tahun 2013 terutama ketika parameter dan situasi geopolitik sekarang lebih rumit."