Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - DUBAI. Perunding utama dari Iran dan Amerika Serikat dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pada Minggu (11/5) untuk membahas sengketa seputar program nuklir Iran.
Negosiasi ini berlangsung di tengah sikap keras Washington menjelang kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Timur Tengah.
Kendati kedua pihak menyatakan lebih memilih jalur diplomasi, jurang perbedaan soal "batas merah" (red lines) tetap dalam.
Baca Juga: Iran Bakal Membalas jika AS atau Israel Menyerang
Hal ini diperkirakan menjadi tantangan besar bagi tercapainya kesepakatan baru yang bisa mencegah eskalasi militer lebih lanjut.
Perundingan putaran keempat antara Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi dan utusan khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, akan difasilitasi oleh mediator Oman di Muscat.
Namun, komentar publik dari pihak AS dinilai Iran justru bisa menghambat proses negosiasi.
Dalam wawancara dengan Breitbart News, Witkoff menegaskan batas merah AS mencakup "tanpa pengayaan (zero enrichment), tanpa senjata nuklir, dan pembongkaran seluruh fasilitas nuklir Iran di Natanz, Fordow, dan Isfahan."
"Jika pembicaraan hari Minggu tidak produktif, maka perundingan tidak akan dilanjutkan, dan kami harus menempuh jalur lain," kata Witkoff.
Presiden Trump dijadwalkan mengunjungi Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab pada 13–16 Mei. Ia telah berulang kali menyatakan akan mempertimbangkan aksi militer jika diplomasi gagal.
Baca Juga: AS Kian Menekan Iran, Jatuhkan Sanksi ke Jaringannya Teheran dan China
Menanggapi komentar Witkoff, Araqchi menegaskan bahwa Iran tidak akan berkompromi atas hak-hak nuklirnya.
"Iran bernegosiasi dengan itikad baik. Tapi jika tujuan pembicaraan ini adalah membatasi hak-hak nuklir Iran, maka saya tegaskan: Iran tidak akan mundur dari hak-haknya," kata Araqchi pada Sabtu (10/5).
Menurut pejabat Iran, Teheran bersedia menegosiasikan sejumlah pembatasan program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi.
Namun, penghentian pengayaan uranium dan penghapusan stok uranium yang telah diperkaya termasuk dalam daftar batas merah Iran yang "tidak dapat dinegosiasikan."
Seorang pejabat senior Iran yang dekat dengan tim negosiasi mengatakan tuntutan AS terkait “nol pengayaan dan pembongkaran fasilitas nuklir” tidak akan membantu kemajuan pembicaraan.
"Apa yang disampaikan AS di depan publik berbeda dari isi perundingan yang sesungguhnya," ujar pejabat itu secara anonim.
Pertemuan ini awalnya dijadwalkan berlangsung pada 3 Mei di Roma, namun ditunda karena alasan logistik yang disebut oleh Oman.
Baca Juga: Iran dan Rusia Sepakat Perjanjian Energi US$ 4 Miliar, Aliansi Hadapi Sanksi Barat
Iran juga menolak untuk membahas program misil balistiknya dan mendesak adanya jaminan hukum bahwa Trump tidak akan sekali lagi membatalkan perjanjian nuklir seperti pada 2018, ketika ia menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 dan kembali menjatuhkan sanksi berat terhadap Teheran.
Sejak 2019, Iran telah melanggar ketentuan perjanjian 2015 dengan secara signifikan meningkatkan pengayaan uranium hingga 60% mendekati level 90% yang dikategorikan sebagai tingkat senjata (weapons-grade) menurut badan pengawas nuklir PBB.