Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada Selasa (29/4) menjatuhkan sanksi terhadap jaringan perusahaan dan individu yang berbasis di Iran dan China karena diduga memasok bahan baku untuk program rudal balistik milik Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).
Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintahan Presiden Donald Trump untuk meningkatkan tekanan terhadap Teheran di tengah negosiasi ulang program nuklir Iran.
Baca Juga: Iran Tegaskan Negosiasi Lancar Jika AS Hormati Hak Nuklir dan Penghapusan Sanksi
Departemen Keuangan AS menyatakan sanksi ini menargetkan enam entitas dan enam individu yang terlibat dalam pengadaan sodium perchlorate dan dioctyl sebacate dari China untuk kepentingan IRGC.
Menurut pernyataan resmi, sodium perchlorate digunakan untuk membuat ammonium perchlorate, sedangkan dioctyl sebacate digunakan sebagai bahan tambahan dalam motor roket berbahan bakar padat yang umum digunakan pada rudal balistik.
"Iran secara agresif mengembangkan rudal dan kemampuan senjata lainnya yang membahayakan keselamatan Amerika Serikat dan mitra-mitra kami," ujar Menteri Keuangan AS, Scott Bessent.
"Itu juga mendestabilisasi Timur Tengah dan melanggar kesepakatan global yang bertujuan mencegah proliferasi teknologi semacam ini. Untuk mencapai perdamaian melalui kekuatan, kami akan terus mengambil segala langkah yang diperlukan untuk memutus akses Iran terhadap sumber daya untuk memperkuat program misilnya," lanjutnya.
Baca Juga: Iran dan Rusia Sepakat Perjanjian Energi US$ 4 Miliar, Aliansi Hadapi Sanksi Barat
Adapun entitas yang dikenai sanksi terdiri dari lima perusahaan yang berbasis di China dan satu perusahaan di Iran, ditambah enam individu berkewarganegaraan Iran. Mereka dituduh memfasilitasi pengiriman material strategis tersebut ke Teheran.
Langkah ini menambah daftar panjang sanksi AS terhadap Iran sejak Trump kembali menerapkan kebijakan maximum pressure dalam masa jabatan keduanya.
Strategi ini mencakup upaya memangkas ekspor minyak Iran hingga mendekati nol guna menekan ambisi nuklir negara tersebut.
Pada periode pertama kepemimpinannya (2017–2021), Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran 2015, yang sebelumnya membatasi aktivitas pengayaan uranium Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi internasional.
Sejak saat itu, Iran disebut telah melampaui batas pengayaan uranium yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.
Baca Juga: Tiongkok Dukung Iran Soal Perundingan Nuklir dengan AS, Tentang Sanksi Ilegal
Negara-negara Barat menuduh Iran menyembunyikan ambisi untuk mengembangkan senjata nuklir melalui pengayaan uranium tingkat tinggi, melebihi kebutuhan program energi sipil. Namun, Teheran bersikukuh bahwa program nuklirnya hanya untuk kepentingan sipil dan pembangkitan listrik semata.