Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Militer Israel membunuh hingga 40 orang penduduk Palestina di Gaza dalam rentetan serangan yang dilakukan pada hari Kamis, 2 Januari 2025. Seperti biasa, tentara Israel kali ini juga menyerang zona kemanusiaan yang seharusnya menjadi wilayah aman bagi warga sipil.
Mengutip AP, tentara Israel pada hari Kamis menyerang di kamp pengungsi Maghazi dan Nuseirat di Gaza tengah dan membunuh sedikitnya 14 orang, termasuk 4 perempuan dan 5 anak-anak.
Sebelumnya, di hari yang sama, serangan Israel menewaskan puluhan orang di seluruh Gaza bagian tengah dan selatan.
Salah satu target serangan militer Israel adalah kamp tenda besar yang ditetapkan Israel sebagai zona aman kemanusiaan. Tentara Zionis Israel mengatakan bahwa serangan itu menewaskan seorang perwira polisi berpangkat tinggi yang terlibat dalam pengumpulan intelijen yang digunakan oleh sayap bersenjata Hamas.
Baca Juga: Umat Kristen Gaza Rayakan Natal di Tengah Kematian dan Kehancuran
Menanggapi tingginya jumlah korban dari kalangan sipil, Israel lagi-lagi menyalahkan Hamas dengan mengklaim kelompok militan itu bersembunyi di antara warga sipil.
Hingga hari Kamis, serangan brutal Israel ke Gaza telah membunuh lebih dari 45.500 penduduk Palestina. Otoritas kesehatan Gaza mengatakan bahwa lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Tonton: Jerman Setujui Ekspor Senjata Tambahan ke Israel di Akhir Tahun 2024
Direktur WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengkritik Israel karena hanya mengizinkan sedikit orang yang sakit dan terluka di Jalur Gaza untuk bepergian ke luar negeri guna mendapatkan perawatan medis.
"Setidaknya 5.383 pasien telah dievakuasi dengan bantuan WHO sejak perang pecah pada Oktober 2023, meninggalkan lebih dari 12.000 warga Palestina yang masih menunggu untuk meninggalkan Gaza," kata Tedros dalam pernyataannya hari Kamis.
Baca Juga: Populasi Gaza Berukurang 6% Sejak Serangan Israel Oktober 2023
Tingkat evakuasi korban ke luar negeri menurun drastis dalam catatan WHO, terutama setelah perbatasan Rafah ditutup pada bulan Mei, ketika pasukan Israel mengambil alih. Sejak saat itu, hanya 436 pasien yang meninggalkan Gaza.
"Dengan tingkat seperti ini, akan butuh waktu 5-10 tahun untuk mengevakuasi semua pasien yang sakit kritis, termasuk ribuan anak-anak. Sementara itu, kondisi mereka akan memburuk dan beberapa meninggal," lanjut Tedros.
Tedros mendesak Israel untuk meningkatkan tingkat persetujuan evakuasi medis, termasuk tidak menolak pasien anak-anak, serta mengizinkan semua koridor dan penyeberangan perbatasan untuk digunakan. Israel mengendalikan semua titik masuk dan keluar Gaza.