Sumber: The Guardian,The Guardian | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Israel resmi memulai serangan darat besar-besaran di Gaza City pada Selasa (16/9), setelah berbulan-bulan mengancam langkah tersebut. Tank dan kendaraan lapis baja tanpa awak yang dipenuhi bahan peledak dikerahkan ke jalan-jalan kota.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menegaskan di platform X bahwa operasi ini bertujuan menghancurkan infrastruktur teror Hamas. “Gaza terbakar. IDF menyerang dengan tangan besi. Kami tidak akan berhenti sampai misi selesai,” tulisnya.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menambahkan tujuan operasi adalah “mengalahkan musuh dan mengevakuasi penduduk.”
Namun, ia tidak lagi menyebut pembebasan sandera Israel sebagai prioritas utama, yang sebelumnya selalu digaungkan. Hal ini memicu protes keluarga sandera di Yerusalem, yang menuduh Netanyahu telah mengabaikan nasib kerabat mereka.
Kritik Internasional Menguat
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menilai Israel tidak menunjukkan minat untuk mencapai solusi damai. “Israel bertekad melanjutkan perang sampai akhir dan tidak terbuka untuk negosiasi serius gencatan senjata,” ujarnya.
Baca Juga: PBB: Israel Genosida di Gaza, 65.000 Warga Palestina Tewas, Ini Daftar Buktinya
Serangan darat ini diluncurkan tepat saat Komisi Penyelidikan PBB merilis laporan yang menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina. Ketua komisi, Navi Pillay, menegaskan tindakan Israel “jelas menunjukkan niat untuk menghancurkan rakyat Palestina di Gaza.”
Israel membantah laporan tersebut, menyebutnya “distorsif dan palsu.” Namun, posisinya kian terisolasi di kancah internasional. Uni Eropa bahkan akan membahas opsi sanksi dan penangguhan konsesi dagang sebagai tekanan agar Israel menghentikan perang.
Kondisi di Lapangan: Korban Sipil Terus Bertambah
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dalam 24 jam terakhir sedikitnya 59 orang tewas dan 386 terluka. Total korban jiwa sejak perang hampir dua tahun lalu mencapai 65.000 orang, dengan angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi.
Data PBB mencatat sekitar 140.000 orang mengungsi dari Gaza City dalam sebulan terakhir, meski ratusan ribu lainnya masih terjebak. Juru bicara UNICEF, Tess Ingram, menegaskan tidak ada tempat aman bagi anak-anak dan keluarga di Gaza. “Mereka hanya berpindah dari satu neraka ke neraka lainnya,” katanya.
Strategi Militer Israel
IDF mengerahkan dua divisi untuk mengepung Gaza City, dengan prediksi menghadapi sekitar 3.000 pejuang Hamas dan sekutunya. Operasi ini dijalankan secara bertahap dengan dukungan intelijen, serangan udara, dan kendaraan lapis baja berisi bahan peledak yang dikendalikan jarak jauh.
Baca Juga: Militer Israel Gempur Pelabuhan Hodeidah Yaman, Targetkan Infrastruktur Houthi
Juru bicara IDF, Kolonel Avichay Adraee, memperingatkan warga sipil agar meninggalkan Gaza City: “Kota ini adalah zona tempur berbahaya. Tinggal di sini membahayakan hidup Anda.”
Faktor Politik dan Dukungan AS
Peluncuran operasi darat ini terjadi bersamaan dengan kunjungan dua hari Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang menegaskan dukungan penuh Washington terhadap Israel.
Presiden Donald Trump juga menyalahkan Hamas atas eskalasi tersebut. Ia memperingatkan bahwa militan Palestina akan menghadapi “neraka” jika menggunakan sandera sebagai tameng manusia.
Sementara itu, Netanyahu memanfaatkan operasi militer ini untuk membela posisinya di pengadilan kasus korupsi. Kritikus menuduh ia memperpanjang perang demi menunda pemilu dan menjaga kekuasaan agar tetap terlindungi dari risiko hukum.