Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM. Ketika Ziv Halsband, warga Yerusalem, bangun dan mendengar kabar dua staf Kedutaan Besar Israel di Washington tewas ditembak, ia pun sampai pada kesimpulan yang mengganggu: orang Yahudi tidak aman di mana pun.
“Kami berharap Presiden (AS) Donald Trump terus membantu dan melindungi kami, terutama di Amerika Serikat. Kami ingin merasa yakin bisa bepergian ke seluruh dunia dengan aman,” ujar Halsband, seorang pengembang perangkat lunak yang juga perwira tank yang terluka parah dalam perang Gaza, Kamis (22/5).
Baca Juga: Iran Peringatkan Israel dan AS terhadap Serangan ke Fasilitas Nuklirnya
Dua staf kedutaan tersebut pasangan muda yang disebut-sebut akan segera bertunangan ditembak mati oleh seorang pria bersenjata tunggal di Washington, D.C., Rabu (21/5) malam, setelah menghadiri sebuah acara di Museum Yahudi Capitol, hanya sekitar 2 kilometer dari Gedung Putih.
Pelaku tunggal, Elias Rodriguez (30) dari Chicago, meneriakkan “Bebaskan Palestina, Bebaskan Palestina” saat diamankan polisi, menurut Kepala Polisi Metropolitan Washington, Pamela Smith.
Peristiwa ini terjadi di tengah isolasi internasional yang makin terasa terhadap Israel, menyusul kampanye militer besar-besaran mereka terhadap Hamas di Gaza, di mana bantuan kemanusiaan diblokir dan sebagian besar wilayah telah luluh lantak.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar menuding sejumlah pejabat Eropa telah menyebarkan “hasutan antisemit yang beracun”, yang menurutnya menciptakan iklim permusuhan yang memungkinkan tragedi di Washington terjadi.
Baca Juga: Penembakan Tragis Terhadap Staf Kedutaan Israel di Washington DC, Trump Angkat Bicara
Perang di Gaza
Israel memulai serangan darat dan udara ke Gaza setelah militan Hamas menyerbu wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang, menurut data pemerintah Israel.
Serangan balasan Israel sejak itu telah mengungsikan hampir seluruh dari 2,3 juta penduduk Gaza, dan menewaskan lebih dari 53.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan setempat.
Penembakan di Washington ini berpotensi memicu gelombang simpati terhadap Israel dari sekutu-sekutu Barat, yang belakangan ini justru semakin menekan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri blokade bantuan ke Gaza.
“Kematian dua staf Kedutaan Besar Israel di dekat Museum Yahudi di Washington adalah tindakan barbarisme antisemit yang menjijikkan. Tidak ada pembenaran atas kekerasan seperti ini,” kata Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot.
“Simpati saya tertuju kepada keluarga korban, rekan-rekan mereka, dan Negara Israel.”
Baca Juga: Trump Siap Umumkan Proyek Pertahanan Rudal Golden Dome, Tiru Iron Dome Israel
Komisaris Pemerintah Jerman untuk Penanggulangan Antisemitisme, Felix Klein, menyatakan kekhawatirannya bahwa serangan tersebut dapat menginspirasi aksi serupa di negara lain.
“Sebagai masyarakat, kita harus tetap waspada, dan langkah-langkah pengamanan untuk institusi Yahudi juga harus diperkuat di Jerman,” ujar Klein kepada media lokal.
Menteri Dalam Negeri Prancis bahkan menginstruksikan otoritas lokal untuk meningkatkan pengamanan di lokasi-lokasi komunitas Yahudi seperti sinagoga.
“Keamanan harus terlihat dan bersifat preventif,” demikian isi surat instruksi tersebut.
Sementara itu, juru bicara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan pemerintah Inggris memberikan dukungan penuh kepada Kedutaan Besar Israel di London.
“Kami jelas menyerukan agar pembatasan bantuan ke Gaza dihentikan... tetapi hal itu tidak bisa dijadikan pembenaran atas antisemitisme atau serangan semacam ini,” tegas juru bicara tersebut.
Baca Juga: Ratusan Warga Gaza Tewas dalam 72 Jam, Hamas-Israel Kembali ke Meja Perundingan
Polemik Global
Penembakan Rabu malam itu dipastikan akan semakin memperuncing perdebatan di AS dan dunia terkait perang di Gaza, yang telah memecah opini antara pendukung setia Israel dan kelompok pro-Palestina.
Perdana Menteri Netanyahu menyebut penembakan tersebut sebagai aksi “pembunuhan antisemit yang mengerikan” dalam suasana kebencian yang terus meningkat terhadap Israel.
“Kita menyaksikan dampak nyata dari antisemitisme dan hasutan brutal terhadap Negara Israel,” kata Netanyahu dalam pernyataannya.
Kementerian Luar Negeri Israel mengidentifikasi korban sebagai Yaron Lischinsky dan Sarah Lynn Milgrim, yang merupakan staf lokal. Keduanya dikenal aktif mempromosikan perdamaian antara warga Israel dan Palestina melalui organisasi yang mereka ikuti.
Baca Juga: Israel Minta Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Cabut Surat Penangkapan Netanyahu
Michael Oren, mantan Duta Besar Israel untuk AS yang pernah menjadi target rencana pembunuhan oleh Iran, menegaskan bahwa hasutan di media sosial kini menjadi ancaman serius, apalagi di tengah maraknya protes pro-Palestina di kampus-kampus AS.
“Kita harus memikirkan langkah nasional untuk menghadapi hasutan ini di media sosial, karena ini ancaman nyata. Ini menciptakan dehumanisasi sistematis terhadap Yahudi—dan kita tahu ke mana hal seperti ini bisa mengarah,” kata Oren.
Beberapa warga Israel merasa makin khawatir, terutama karena lokasi pembunuhan berdekatan dengan Museum Yahudi.
“Ini museum Yahudi, artinya kebencian terhadap Yahudi dan terhadap Israel berpadu. Ini menyedihkan dan kita harus melawannya,” ujar warga Yerusalem, Udi Tsemach.
Aviya Levi (30), warga Israel lainnya, mengatakan insiden ini membuatnya merasa semakin enggan bepergian ke luar negeri.
“Saya orang Israel dan saya takut. Saya takut pergi ke luar negeri. Saya tidak tahu dari mana bahaya bisa datang. Saya punya anak-anak—dan semua ini hanya membuat saya makin takut,” tuturnya.