Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JERUSALEM/KAIRO. Israel dan Hamas kembali memulai perundingan gencatan senjata pada Sabtu (17/5) di Qatar, meskipun pada saat yang sama militer Israel meningkatkan serangan udara besar-besaran yang telah menewaskan ratusan orang di Gaza dalam tiga hari terakhir.
Menurut otoritas kesehatan Palestina, sedikitnya 146 orang tewas hanya dalam 24 jam terakhir akibat gelombang serangan udara yang disebut sebagai salah satu paling mematikan sejak gencatan senjata runtuh pada Maret lalu.
Baca Juga: Laporan IPC: Gaza Menuju Bencana Kelaparan, Setengah Juta Orang dalam Bahaya Ekstrem
Ratusan lainnya luka-luka, dan banyak korban diyakini masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan.
Israel menyatakan sedang memobilisasi pasukan untuk melancarkan serangan darat besar-besaran yang dinamai "Operasi Kereta Perang Gideon", yang diluncurkan setelah kunjungan Presiden AS Donald Trump ke kawasan Timur Tengah pekan ini.
Sejak awal Maret, Israel juga telah menghentikan seluruh pasokan bantuan ke Gaza, memicu kekhawatiran internasional atas nasib 2,3 juta penduduk di wilayah itu.
Juru bicara Hamas Taher Al-Nono mengatakan kepada Reuters bahwa perundingan tidak langsung antara delegasi Hamas dan Israel telah dimulai kembali di Doha, "membahas seluruh isu tanpa prasyarat."
“Delegasi Hamas menekankan pentingnya mengakhiri perang, pertukaran tawanan, penarikan pasukan Israel dari Gaza, serta masuknya bantuan kemanusiaan dan seluruh kebutuhan masyarakat Gaza,” ujar Al-Nono.
Baca Juga: Israel Minta Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Cabut Surat Penangkapan Netanyahu
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, juga membenarkan dimulainya kembali perundingan yang bertujuan membebaskan sandera-sandera Israel yang ditahan Hamas, namun menegaskan Israel belum menyetujui gencatan senjata maupun pencabutan blokade.
Militer Israel menyatakan mereka sedang berupaya mencapai "kendali operasional" di beberapa wilayah Gaza.
Serangan terbaru banyak menarget wilayah utara seperti Beit Lahiya, kamp pengungsi Jabalia, serta Kota Khan Younis di selatan. Tercatat 459 orang luka-luka akibat serangan pada Sabtu.
Hamas menyebut tindakan militer ini sebagai “kampanye pemusnahan sistematis terhadap Gaza utara”, dan menyerukan para pemimpin Arab di KTT Baghdad untuk segera bertindak menghentikan agresi serta memastikan distribusi bantuan.
Baca Juga: Jelang Pembebasan Sandera Asal AS, Israel Belum Setujui Gencatan Senajata di Gaza
Ancaman Kelaparan dan Krisis Kemanusiaan
Sejak Maret, upaya diplomasi untuk memulihkan gencatan senjata yang mencakup pembebasan sandera tidak membuahkan hasil.
Hamas menuntut penghentian agresi sebelum melepas tawanan, sedangkan Israel bersikukuh akan terus berperang hingga Hamas dilenyapkan.
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dalam KTT Liga Arab menyatakan bahwa Israel berusaha “menghapus eksistensi rakyat Palestina dari Gaza.”
PBB memperingatkan bahwa kelaparan ekstrem semakin mendekat dua bulan setelah Israel memblokir bantuan. Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, meminta Dewan Keamanan bertindak guna "mencegah genosida."
Israel menuduh Hamas menyembunyikan senjata dan menggunakan warga sipil sebagai tameng, serta menguasai distribusi bantuan. Namun Hamas membantahnya.
Baca Juga: Israel Mengebom Masjid dan Sekolah di Gaza, 15 Orang Terbunuh
Trump mengakui krisis kelaparan di Gaza dan menyatakan dukungan untuk distribusi bantuan.
Sebuah yayasan AS didukung pemerintah berencana mulai menyalurkan bantuan pada akhir Mei dengan melibatkan perusahaan keamanan dan logistik swasta AS. Namun, PBB menolak bekerja sama karena yayasan itu tidak independen dan netral.
Kondisi sistem kesehatan Gaza saat ini berada di ambang kehancuran. Rumah sakit-rumah sakit yang hancur akibat serangan, kekurangan pasokan medis, dan lonjakan korban luka menjadikan situasi semakin buruk.
"Situasi di rumah sakit sangat kritis. Kami telah menerima 58 jenazah sejak tengah malam, dan banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan," kata Marwan Al-Sultan, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza utara.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pemerintahannya menyetujui rencana operasi militer yang lebih luas, termasuk kemungkinan merebut seluruh wilayah Gaza dan mengendalikan jalur bantuan.
Baca Juga: Israel Setujui Perluasan Serangan di Gaza, Mobilisasi Cadangan Militer Meningkat
Serangan Israel sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 53.000 orang, menurut data otoritas kesehatan Gaza, dan memaksa hampir seluruh penduduk mengungsi.
NBC News pada Jumat (16/5) melaporkan bahwa pemerintahan Trump tengah menyusun rencana untuk memukimkan hingga satu juta warga Palestina dari Gaza ke Libya secara permanen. Seluruh kelompok politik Palestina menolak keras rencana tersebut.