kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45921,75   12,44   1.37%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jerman Termasuk Negara Terkaya Dunia, Ini Indikator Warga Miskin di Sana


Senin, 17 Oktober 2022 / 09:32 WIB
Jerman Termasuk Negara Terkaya Dunia, Ini Indikator Warga Miskin di Sana
ILUSTRASI. Jerman termasuk ke dalam salah satu negara terkaya dunia. Akan tetapi, muncul sejumlah tanda meningkatnya kemiskinan di Jerman. REUTERS/Fabian Bimmer


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BERLIN. Jerman termasuk ke dalam salah satu negara terkaya dunia. Akan tetapi, muncul sejumlah tanda meningkatnya kemiskinan di Jerman. 

Salah satunya adalah jumlah tunawisma meningkat. Selain itu, para ibu terpaksa tidak makan agar perut anak-anak mereka bisa terisi. Tak hanya itu, para pensiunan terpaksa berkeliling mencari botol bekas untuk dijual guna menutupi kekurangan kebutuhan hidup mereka. 

Pada tahun 2021, Jerman menduduki peringkat 20 negara terkaya di dunia, diukur dari Pendapatan Domestik Bruto per kapita. Namun sekitar 13,8 juta orang Jerman hidup dalam kemiskinan atau berisiko miskin, demikian laporan Paritatische Wohlfahrtsverband, organisasi payung di Jerman yang membawahi sejumlah lembaga kesejahteraan. 

Pemerintah Jerman juga prihatin dengan kian lebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin. 

Dalam konteks ini, miskin bukan berarti bahwa jutaan orang di Jerman berisiko mati kelaparan atau tewas kedinginan. Kemiskinan di sini mengacu pada kemiskinan relatif, yang diukur dengan kondisi kehidupan rata-rata masyarakat di negara yang bersangkutan.

Baca Juga: Alarm Waspada Badai Ekonomi Dunia  

Berapa penghasilan pas-pasan di Jerman? 

Di Eropa, meskipun orang yang hidup dalam kemiskinan absolut jumlahnya relatif sedikit, jutaan orang tetap terpengaruh oleh apa yang disebut kemiskinan relatif dibanding rata-rata kesejahteraan nasional. 

Ini berarti mereka hidup sangat pas-pasan, dan hanya bisa memenuhi kebutuhan pokok dengan membatasi gaya hidup ke hal-hal yang sangat mendasar. 

Di Uni Eropa, seseorang dianggap miskin atau berisiko miskin jika pendapatannya kurang dari 60 persen dari median pendapatan di negaranya masing-masing. 

Untuk Jerman, ini berarti bahwa seorang lajang yang berpenghasilan kurang dari 1.148 euro (Rp 16,7 juta) per bulan dianggap berada di bawah garis kemiskinan. 

Untuk orangtua tunggal dengan satu anak, angka batasnya adalah 1.492 euro (Rp 21,7 juta), dan untuk rumah tangga dengan dua orangtua dan dua anak, batas miskin adalah pendapatan sebesar 2.410 euro atau sekitar Rp 35,15 juta per bulan. 

Baca Juga: Risiko Krisis Sektor Properti China

Jaring pengaman sosial tidak banyak membantu 

Jerman menganggap negaranya punya jaring pengaman sosial yang kuat. Siapa pun yang menganggur, atau tidak dapat bekerja, akan menerima jaminan sosial dasar. Sistem ini dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai Hartz IV. 

Uang ini untuk membantu menutupi biaya hidup dasar seperti sewa tempat tinggal, listrik dan air serta asuransi kesehatan. Dalam sistem ini, individu dan orangtua tunggal yang berhak akan mendapat bantuan pemerintah sebesar 449 euro (Rp 6,72 juta) per bulan untuk membeli makanan, pakaian, barang-barang rumah tangga, produk kebersihan pribadi, dan tagihan seperti internet, telepon, dan listrik. 

Ada juga bantuan tambahan untuk setiap anak, tergantung umur mereka. Hartz IV dan program kesejahteraan publik lainnya telah berulang kali dikritik di Jerman karena hanya memenuhi kebutuhan yang paling dasar. 

Pensiunan pilih bekerja daripada terima bantuan Ketika inflasi meroket di Jerman, semakin sulit bagi banyak orang untuk membeli roti, susu, buah, dan sayuran, yang kini harganya naik lebih dari 12 persen dibandingkan tahun lalu. 

Pada tahun 2020, sekitar 1,1 juta orang memanfaatkan bantuan dari bank makanan. Jumlah itu kini mendekati 2 juta. Kemiskinan juga meningkat di kalangan warga lanjut usia. 

Uang pensiun bulanan mereka sering kali tidak cukup untuk menutupi semua pengeluaran. Pensiunan perempuan khususnya merasakan dampak ini, karena dulu saat aktif bekerja mereka cenderung bekerja paruh waktu untuk berbagi waktu dengan keluarga dan dibayar lebih rendah. 

Menurut sebuah studi terbaru dari Bertelsmann Foundation, kemiskinan usia lanjut diperkirakan akan memengaruhi 20 persen orang Jerman pada tahun 2036. Orang dengan pensiunan di bawah ambang batas tertentu boleh mengeklaim bantuan pemerintah. 

Namun, banyak yang tidak melakukannya karena enggan terlihat seperti orang yang butuh bantuan. Studi menunjukkan bahwa dua pertiga dari para pensiunan yang berhak mengklaim bantuan merasa segan untuk mengklaim. 

Seringnya, para pensiunan ini lebih berusaha untuk bisa kembali ke dunia kerja, atau mengumpulkan kaleng dan botol bekas dengan deposit yang dapat ditukarkan seharga beberapa sen euro di sejumlah supermarket, untuk kemudian hasilnya dibelanjakan sesuai kebutuhan mereka. 

Baca Juga: Biden: Putin Telah Salah Memperhitungkan Kemampuannya untuk Menduduki Ukraina

Tulang sudah terbanting, tetap miskin juga 

Di Jerman, jumlah orang yang tidak bisa hidup layak hanya dengan mengandalkan penghasilan mereka juga meningkat. Ini juga dialami mereka yang punya pekerjaan penuh waktu, bahkan dengan kenaikan upah minimum baru-baru ini. 

Dengan bayaran upah minimum 12 euro (sekitar Rp 175,000) per jam, satu orang tanpa anak yang bekerja 40 jam seminggu akan menerima penghasilan bersih sekitar 1.480 euro (Rp 22,16 juta) per bulan. 

Secara teori, jumlah ini sudah lebih tinggi dari batas garis kemiskinan, tapi inflasi memakan habis kelebihannya. Para pelajar juga sangat terpengaruh oleh situasi ini, terutama mereka yang menerima dana bantuan federal. 

Siswa-siswa ini menerima "beasiswa" maksimum 934 euro (Rp 13,98 juta) sebulan, termasuk uang untuk perumahan dan asuransi kesehatan. 

Bila merujuk angka definisi kemiskinan di atas, para siswa ini berada jauh di bawah garis kemiskinan. 

Pemerintah Jerman berencana untuk menggelontoran anggaran senilai 200 miliar euro (Rp 2,99 kuadriliun) untuk meredam dampak harga energi yang melambung tinggi. 

Namun, volume anggaran bantuan ini dinilai jauh dari cukup untuk membayar semua biaya tambahan, dan para ekonom percaya bahwa inflasi akan tetap tinggi.

Kehidupan di Jerman akan tetap mahal di masa mendatang. Ini terutama akan sangat dirasakan terutama oleh mereka yang tidak memiliki pondasi finansial yang kuat dan hanya sedikit tabungan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jerman Negara Kaya, Apa Indikator Orang Miskin di Sana?"

Editor : Aditya Jaya Iswara




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×