Sumber: AFP,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Negara-negara Asia Tenggara melaporkan peningkatan rekor kasus virus corona baru pada hari Sabtu. Pada saat yang sama, WHO memperingatkan dampak pandemi akan terasa selama beberapa dekade ke depan.
Melansir AFP, enam bulan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan keadaan darurat global, Covid-19 (virus corona) telah menewaskan lebih dari 680.000 orang dan menginfeksi lebih dari 17,85 juta.
WHO mengatakan, pandemi corona adalah krisis kesehatan yang terjadi sekali dalam seabad, yang dampaknya akan terasa selama beberapa dekade mendatang.
Baca Juga: WHO: Orang usia muda juga berisiko saat terpapar virus corona
Komite darurat WHO yang meninjau pandemi menyoroti durasi panjang dari wabah Covid-19. WHO mencatat pentingnya upaya berkelanjutan komunitas, nasional, regional, dan respons global dalam menangani masalah ini.
"WHO terus menilai tingkat risiko global Covid-19 menjadi sangat tinggi," katanya dalam pernyataan terbarunya.
Badan itu juga mengatakan dampak pandemi itu "akan dirasakan selama beberapa dekade mendatang".
Baca Juga: Corona di Korea: Halangi upaya pemerintah, pendiri sekte agama Shincheonji ditangkap
Prospek suram di Asia
Di kawasan Asia, India dan Filipina melaporkan rekor peningkatan infeksi harian baru di angka 57.000 dan 5.000, meskipun ada pembatasan ketat.
"Kami kalah dalam pertempuran melawan Covid-19, dan kami perlu menyusun rencana aksi yang terkonsolidasi dan pasti," demikian bunyi surat terbuka yang ditandatangani oleh 80 asosiasi medis Filipina seperti yang dikutip AFP.
Sementara itu, Okinawa Jepang menyatakan keadaan darurat setelah kasus corona melompat ke posisi rekor di pulau itu. Kasus yang terjadi banyak yang terkait dengan pasukan militer AS yang ditempatkan di sana.
Sedangkan Hong Kong membuka rumah sakit darurat baru untuk menampung pasien Covid-19 setelah mencatatkan lonjakan kasus tertinggi.
Baca Juga: Rusia bersiap vaksinasi massal virus corona (Covid-19) pada Oktober 2020
Reuters memberitakan, lonjakan infeksi virus corona baru di Asia telah mengikis harapan bahwa kondisi terburuk corona di wilayah ini sudah berahir. Sebagai bukti, Australia, India dan Hong Kong melaporkan kenaikan kasus harian, Vietnam menguji ribuan penduduknya, dan Korea Utara mendesak dilakukannya kewaspadaan tinggi.
Sebagian besar pemerintah Asia sempat membanggakan diri atas penanganan wabah yang cepat di awal pandemi, setelah virus itu muncul di China pada akhir tahun lalu. Akan tetapi, lonjakan yang terjadi pada bulan ini telah menunjukkan adanya bahaya dari rasa berpuas diri.
Baca Juga: Gubernur Anies Baswedan blusukan di laboratorium corona Jakarta akhir pekan ini
"Kita harus berhati-hati untuk tidak tergelincir ke gagasan bahwa ada beberapa kekebalan yang dimiliki Australia terkait dengan virus ini," jelas Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan kepada wartawan seperti dikutip Reuters.
Australia mencatat hari paling mematikan dengan setidaknya 13 kematian dan lebih dari 700 infeksi baru, yang sebagian besar terjadi di negara bagian terpadat kedua Victoria, di mana pemerintah memerintahkan semua penduduk mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.
Negara itu telah mengkonfirmasi total 16.298 kasus sejak pandemi dimulai, dengan 189 kematian, lebih dari setengahnya di Victoria dan ibukotanya Melbourne.
Lomba vaksin
Pandemi virus corona juga telah mendorong banyak negara untuk menemukan vaksin dengan beberapa perusahaan China berada di garis terdepan. Sementara itu, Rusia telah menetapkan target tanggal di bulan September untuk meluncurkan obatnya sendiri.
Baca Juga: Terbanyak di Benua Afrika, kasus virus corona di Afrika Selatan tembus 500.000
Namun pakar penyakit menular AS Anthony Fauci mengatakan, tidak mungkin Amerika akan menggunakan vaksin apa pun yang dikembangkan di kedua negara tersebut, di mana sistem pengaturannya jauh lebih buram daripada di Barat.
"Saya benar-benar berharap China dan Rusia benar-benar menguji vaksin sebelum mereka memberikan vaksin kepada siapa pun," katanya seperti yang dikutip AFP.
Sebagai bagian dari "Operation Warp Speed" sendiri, pemerintah AS akan membayar raksasa farmasi Sanofi dan GSK hingga US$ 2,1 miliar untuk pengembangan vaksin COVID-19, kata perusahaan itu.