Sumber: Channelnewsasia.com | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Puncak gelombang COVID-19 di China diperkirakan akan berlangsung dua hingga tiga bulan. Kasus itu akan segera meluas ke pedesaan di mana sumber daya medis relatif minim, kata seorang ahli epidemiologi China.
Infeksi diperkirakan akan melonjak di daerah pedesaan ketika ratusan juta orang melakukan perjalanan ke kota asal mereka untuk liburan Tahun Baru Imlek, yang secara resmi dimulai dari 21 Januari. Peristiwa itu disebut sebagai migrasi orang tahunan terbesar di dunia.
Bulan lalu, China tiba-tiba meninggalkan rezim anti-virus yang ketat dari penguncian massal yang memicu protes bersejarah di seluruh negeri. Akhirnya, pemerintah membuka kembali perbatasannya Minggu lalu (8 Januari).
Baca Juga: Angka Kematian COVID-19 China Minim, Gambar Satelit Menunjukkan Banyak yang Meninggal
"Fokus prioritas kami adalah di kota-kota besar. Sudah waktunya untuk fokus di daerah pedesaan," kata Zeng Guang, mantan kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.
Dia mengatakan sejumlah besar orang di pedesaan, yang fasilitas medisnya relatif miskin, tertinggal, termasuk orang tua, orang sakit, dan orang cacat sangat rentan terhadap penularan COVID-19. Pihak berwenang mengatakan telah berupaya untuk meningkatkan pasokan antivirus di seluruh negeri. Molnupiravir pengobatan COVID-19 dari Merck diharapkan tersedia di China mulai Jumat.
Organisasi Kesehatan Dunia minggu ini juga memperingatkan risiko yang berasal dari perjalanan liburan. Badan PBB itu mengatakan China tidak melaporkan kematian akibat COVID, meskipun sekarang memberikan lebih banyak informasi tentang wabahnya.
Baca Juga: Warga China Resah Terhadap Potensi Lonjakan COVID Saat Tahun Baru Imlek
Kementerian luar negeri China mengatakan pejabat kesehatan negara itu telah mengadakan lima pertukaran teknis dengan WHO selama sebulan terakhir dan transparan.
Otoritas kesehatan telah melaporkan lima atau lebih sedikit kematian dalam sehari selama sebulan terakhir, angka yang tidak sesuai dengan antrian panjang yang terlihat di rumah duka dan kantong jenazah terlihat keluar dari rumah sakit yang ramai.
Negara itu belum melaporkan data kematian akibat COVID-19 sejak Senin. Para pejabat mengatakan pada bulan Desember mereka berencana untuk menerbitkan pembaruan bulanan, bukan pembaruan harian, ke depan.