Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Perbedaan yang mencolok terjadi di Singapura hanya dalam kurun waktu sebulan. Pada awal Maret, Singapura hanya memiliki 100 lebih kasus infeksi virus corona. Ini menjadikan Negeri Merlion ini sebagai inspirasi bagi negara-negara lain di seluruh dunia terkait penanganannya atas wabah corona.
Melansir South China Morning Post (SCMP), sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah Singapura seperti penelusuran kontak yang agresif, prosedur karantina yang ketat, dan pembatasan perjalanan yang terukur, mendapat pujian besar.
Singapura menduduki peringkat teratas di dunia dengan tingkat pengujian per 25 Maret mencapai 6.800 tes per juta orang. Jumlah tersebut lebih tinggi dari Korea Selatan sebanyak 6.500 tes dan Taiwan sebanyak 1.000 tes.
Baca Juga: WHO: Jumlah pasien kritis corona di Malaysia akan capai puncak minggu depan
Jika ada, mungkin ada kecemburuan di luar negeri pada bagaimana negara kecil tapi efisien ini berhasil menjaga agar infeksi tetap rendah. Bahkan Singapura tetap membuka sekolah dan mal dan penduduknya masih menikmati kehidupan normal seperti biasa.
Namun, per tanggal 1 April, Singapura melewati level psikologis signifikan di mana korban yang terinfeksi mencapai 1.000 kasus lebih.
Baca Juga: Wanita berusia 102 tahun jadi pasien virus corona tertua di Singapura
Sepanjang Februari, jumlah kasus infeksi baru dalam sehari tetap dalam satu digit. Namun, pada 1 April, ada 74 kasus baru. Kemudian, 2 April, tercatat 49 kasus tambahan dan kematian keempat, meskipun 266 orang total telah sepenuhnya pulih dari penyakit. Per 3 April, total kasus corona di Singapura mencapai 1.049 kasus.
Baca Juga: Awas, orang bisa menularkan virus corona tiga hari sebelum gejala
Bagaimana ini bisa terjadi?
Gelombang kedua
Para ahli mengatakan lonjakan kasus di negara dengan populasi 5,7 juta orang ini merupakan "gelombang kedua" infeksi.
Gelombang pertama dimulai ketika wisatawan dari China daratan menularkan virus ke penduduk Singapura pada tahap awal wabah global, dengan kasus paling awal terjadi sebelum negara kota itu menerapkan pembatasan perjalanan.
Seiring bertambahnya jumlah kasus, negara kota itu memberlakukan pembatasan perjalanan yang semakin ketat. Pertama-tama menargetkan pelancong asing yang datang dari China, lalu Korea, Italia, dan Iran, dan akhirnya melarang semua pelancong.
Baca Juga: Dolar AS berhasil catat return tertinggi sepanjang kuartal I-2020
Namun, sebagian besar dari gelombang infeksi kedua melibatkan penduduk Singapura yang kembali dari negara-negara seperti Amerika Serikat
dan Inggris, yang mengalami lonjakan kasus sangat tajam.
Yang lebih mengkhawatirkan bagi pihak berwenang, gelombang kedua juga mencakup peningkatan jumlah infeksi yang ditularkan secara lokal dan kasus-kasus tanpa hubungan yang diketahui dengan pasien yang dikonfirmasi.
Baca Juga: WHO: Beberapa hari ke depan, jumlah kasus virus corona mencapai 1 juta
Menanggapi gelombang kedua, Singapura memperkenalkan langkah-langkah menjaga jarak fisik yang lebih ketat, melarang masuknya semua pelancong dari tanggal 23 Maret hingga 27 Maret, menutup bar dan tempat hiburan malam, membatasi pertemuan hingga 10 orang dan memperkenalkan hukuman bagi individu dan restoran yang gagal membuat pelanggannya terpisah satu meter. Tak hanya itu, warga didesak untuk tinggal di rumah dan pergi hanya untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
Minggu ini, Menteri Pembangunan Nasional Lawrence Wong, yang bersama-sama mengetuai gugus tugas virus corona, mengatakan dua minggu ke depan akan sangat "kritis" dalam menunjukkan apakah langkah-langkah ini berhasil.
Dia mengatakan pemerintah perlu "membuat semua orang Singapura mengerti bahwa setiap orang sebenarnya ada di garis depan".
Pada 29 Februari, hanya ada enam kelompok infeksi lokal; pada awal April ada lebih dari 20, di antaranya sebuah studio pengantin, asrama pekerja, dan sebuah panti jompo dengan 11 kasus, termasuk seorang wanita berusia 102 tahun. Pun demikian dengan Mustafa Centre, tempat belanja populer bagi penduduk dan turis di distrik Little India, yang terkait dengan 11 infeksi.
"Tentunya, kita semua harus khawatir tentang gelombang kedua," kata Associate Professor Jeremy Lim dari program kesehatan global di Sekolah Kesehatan Publik Saw Swee Hock.