kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.095   -25,00   -0,16%
  • IDX 7.108   -49,86   -0,70%
  • KOMPAS100 1.064   -9,05   -0,84%
  • LQ45 834   -8,40   -1,00%
  • ISSI 216   -2,01   -0,92%
  • IDX30 426   -3,80   -0,88%
  • IDXHIDIV20 514   -4,38   -0,84%
  • IDX80 121   -1,10   -0,90%
  • IDXV30 127   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 142   -1,29   -0,90%

Kemarahan dan kesedihan saat jumlah kematian Covid-19 Inggris mendekati 100.000


Selasa, 26 Januari 2021 / 05:40 WIB
Kemarahan dan kesedihan saat jumlah kematian Covid-19 Inggris mendekati 100.000
ILUSTRASI. Korban tewas akibat Covid-19 Inggris saat ini mendekati angka 100.000. REUTERS/Peter Nicholls


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - LONDON. Korban tewas akibat Covid-19 Inggris saat ini mendekati angka 100.000. Para kerabat yang dilanda kedukaan mendalam mengungkapkan kemarahan mereka atas penanganan yang dilakukan Perdana Menteri Boris Johnson terhadap krisis kesehatan masyarakat terburuk dalam satu abad.

Reuters memberitakan, pada saat virus corona baru, yang pertama kali muncul di China pada 2019, menyebar diam-diam di seluruh Inggris pada Maret, Johnson awalnya mengatakan dirinya yakin hal tersebut bisa ditangani dalam beberapa minggu.

Tetapi, kini, angka kematian Covid-19 Inggris sudah mencapai 98.531. Itu artinya, Inggris memiliki jumlah kematian resmi terburuk kelima di dunia - lebih dari jumlah korban sipil dalam Perang Dunia Kedua dan dua kali jumlah yang tewas dalam kampanye pengeboman Blitz 1940-41, meskipun total populasinya lebih rendah saat itu.

Di balik angka-angka itu, ada kesedihan dan kemarahan yang dirasakan warga Inggris.

Baca Juga: PM Inggris: Varian baru virus corona mungkin lebih mematikan

Ayah Jamie Brown yang berusia 65 tahun meninggal pada akhir Maret setelah diduga tertular Covid-19 saat bepergian dengan kereta api ke London untuk bekerja. Pada saat itu, pemerintah sedang mempertimbangkan penutupan.

Saat ada pengumuman oleh petugas medis untuk tetap tinggal di rumah, dia terbangun beberapa hari kemudian dengan dada sesak, disorientasi dan mual, dan dibawa ke rumah sakit dengan ambulans. Dia meninggal karena serangan jantung lima menit setelah tiba.

Baca Juga: Jika negara miskin tidak divaksinasi, negara kaya yang akan menderita

Putranya mengatakan virus telah merusak paru-parunya hingga jantungnya menyerah. Padahal, dia tinggal sebulan lagi dari masa pensiun. 

“Bagi saya, sungguh menakutkan dan mengerikan melihat segala sesuatu yang Anda harap dirampas. Dia tidak akan pernah ada di pernikahanku; dia tidak akan pernah bertemu dengan cucunya,” kata Brown kepada Reuters.

“Kemudian, Anda melihat jumlah korban tewas meningkat sementara para menteri menepuk punggung mereka dan memberi tahu Anda betapa bagusnya pekerjaan yang telah mereka lakukan. Ini berubah dengan sangat cepat dari kesedihan pribadi menjadi kesedihan kolektif," tambahnya.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×