Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Nina Dwiantika
KONTAN.CO.ID - TAIPEI. Ketegangan politik antara pemerintah Taiwan dan parlemen yang dikuasai oposisi berpotensi menimbulkan ketidakpastian kebijakan fiskal dan berdampak pada kredibilitas Taiwan di mata global. Dalam laporan Bloomberg (16/12), Presiden Taiwan, Lai Ching-te meminta parlemen menarik sejumlah undang-undang yang ditentang pemerintah, dengan alasan menjaga keberlanjutan fiskal dan daya saing ekonomi nasional.
Meski memenangkan pemilihan presiden 2024, Partai Progresif Demokratik (Democratic Progressive Party/DPP) kehilangan mayoritas di parlemen. Mayoritas kursi kini dikuasai Partai Kuomintang (KMT) bersama Partai Rakyat Taiwan. Kondisi ini membuat oposisi leluasa meloloskan agenda legislatif sendiri, sementara pemerintah menghadapi hambatan dalam menjalankan program kebijakan ekonomi.
Pemerintah menyoroti amendemen undang-undang pembagian pendapatan yang disahkan parlemen pada November lalu, yang meningkatkan alokasi dana ke pemerintah daerah. Pemerintahan Lai menilai, kebijakan tersebut berisiko membebani keuangan negara, terutama jika digabung dengan pembatalan reformasi pensiun 2018. Perdana Menteri Cho Jung-tai pada 15 Desember menegaskan penolakannya untuk memberlakukan aturan pendanaan daerah tersebut karena dinilai tidak berkelanjutan secara fiskal.
Baca Juga: PMI Desember 2025 AS Turun ke Level Terendah Sejak Juni
Presiden Lai, menilai kebijakan fiskal yang tidak terukur dapat melemahkan daya saing ekonomi Taiwan dan mengikis kepercayaan investor internasional. Ia menyatakan, stabilitas politik dan kepastian kebijakan menjadi faktor penting mengingat peran Taiwan dalam rantai pasok global dan ekosistem ekonomi demokratis dunia.
Di sisi lain, KMT dan Partai Rakyat Taiwan menuduh pemerintah mengabaikan keputusan parlemen yang dipilih secara demokratis. Oposisi juga menilai penolakan pemerintah terhadap undang-undang tersebut berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum, yang dapat berdampak pada iklim usaha dan perencanaan anggaran daerah.
Meski konflik politik belum mereda, KMT sejauh ini belum mengajukan mosi tidak percaya terhadap perdana menteri. Langkah tersebut, jika ditempuh, berpotensi mengguncang stabilitas pemerintahan dan membuka peluang pemilihan parlemen baru, yang dinilai pelaku pasar dapat menambah volatilitas dan memperpanjang ketidakpastian kebijakan ekonomi Taiwan.
Baca Juga: Junta Myanmar Klaim Aung San Suu Kyi dalam Kondisi Sehat













