Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - LONDON. Lebih dari sepertiga lembaga investasi dana pemerintah atau sovereign wealth fund (SWF) berencana mengurangi eksposur portofolionya terhadap saham. Kekhawatiran terhadap dampak perang dagang, konflik geopolitik, dan valuasi yang tinggi menjadi alasan utama di balik wacana tersebut.
Dilansir Reuters, perusahaan manajemen aset Invesco melakukan riset tahunan terhadap 126 investor SWF dan para manajer dana cadangan bank sentral dengan total aset sebesar US$ 17 triliun. Hasil riset tersebut menunjukkan, ekuitas telah mengambil alih posisi obligasi sebagai kelas aset terbesar dalam portofolio. Tahun ini, porsi ekuitas naik menjadi 33% dari sebelumnya 29% di tahun 2017.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan sejak Januari-Maret lalu, 40% investor partisipan menyatakan cukup puas dengan kondisi portofolio demikian. Namun, 35% di antaranya mengaku akan mengurangi jumlah ekuitas tersebut dalam jangka menengah.
Alasannya, hingga akhir paruh pertama tahun ini, investor telah menyaksikan gejolak di pasar saham dunia. Mereka pun meyakini pasar masih akan rentan terhadap koreksi di waktu mendatang.
Risiko yang menjadi perhatian utama investor, menurut laporan Invesco, antara lain adalah kemungkinan pecahnya perang dagang, konflik geopolitik, dan fakta bahwa saat ini valuasi saham semakin menjulang baik dalam basis absolut maupun relatif.
Sejak Maret, Amerika Serikat (AS) telah meningkatkan perselisihan dengan China dan mitra dagang utama lainnya sehingga membuat ekuitas global menjadi kacau. Investor khawatir bahwa aksi saling lempar tarif tersebut bakal menghambat negara-negara pengekspor dan pertumbuhan ekonomi global.
Alex Millar, Kepala Sovereign EMEA di Invesco mengatakan, para investor peserta survei telah memandang sangat jauh ke depan dalam menyoroti risiko perang perdagangan sejak awal tahun. Namun, menurutnya, investor masih tertarik untuk mengambil risiko dalam portofolio untuk menghasilkan laba. "Tahun lalu, mereka dibayar untuk tetap dalam ekuitas," kata Millar, seperti dikutip Reuters, Senin (9/7).
Tahun lalu, total imbal hasil rata-rata portofolio investor SWF maupun bank sentral tersebut tercatat sebesar 9,4%. Angka ini naik dari 4,1% dari tahun 2016. Namun, investor SWF kurang optimistis terhadap prospek untuk 2018 dan memproyeksi imbal hasil rata-rata hanya akan mencapai 5,8%, turun dari target awal mereka yaitu 6,5%.
"Ekuitas telah berjalan baik tahun lalu, ini tidak serta merta menyebabkan investor mengubah ekspektasi jangka panjang. Hanya saja, mereka berpikir capaian return ke depan akan sulit," kata Millar.
Menurut Millar, faktor suku bunga rendah juga turut membuat investor SWF mengalokasikan dana strategisnya pada instrumen alternatif seperti ekuitas swasta, perumahan, dan infrastruktur. Studi ini mencatat bahwa alokasi rata-rata untuk instrumen alternatif naik hingga dua kali lipat dalam lima tahun terakhir ke porsi tertinggi sepanjang masa, yakni 20% pada tahun 2017. Bahkan, sejumlah investor SWF kelas kakap berencana meningkatkan porsi investasi alternatif mereka menjadi sekitar 50% dari portofolio.
Millar mengatakan kenaikan dalam kepemilikan ekuitas selama ini juga sebagian karena beberapa investor memilih memarkir uang di sana, ketimbang dalam bentuk tunai, sambil mencari penawaran investasi alternatif yang sesuai.
Tak hanya itu, minat terhadap kredit swasta juga mengalami peningkatan. Sekitar 63% investor mengatakan mereka telah meningkatkan alokasi aset strategis mereka ke segmen ini selama tiga tahun terakhir. Millar berpendapat, hal ini adalah strategi yang relatif mudah diterapkan karena persaingan kredit swasta yang lebih rendah dan memberikan hasil yang lebih tinggi daripada pendapatan tetap biasa.
"Juga, sejak krisis keuangan, banyak bank telah menarik kembali dari pinjaman, yang memberikan kesempatan bagi dana kredit swasta untuk mengisi kesenjangan itu," tambahnya.