Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Emas kini menempati posisi sebagai aset cadangan terbesar kedua di dunia setelah dolar Amerika Serikat (AS), menurut laporan Bank Sentral Eropa (ECB) yang dirilis Rabu (12/6).
Kenaikan ini didorong oleh akumulasi besar-besaran oleh bank sentral dalam beberapa tahun terakhir, meskipun tren pembelian tersebut diperkirakan mulai melemah.
Mengutip CNBC.com Jumat (13/6/2025), stok emas yang dimiliki bank sentral global saat ini hampir menyamai level tertinggi sejak tahun 1960-an. Peningkatan harga emas turut mendorong nilai cadangannya, menempatkan emas sebagai aset kedua terbesar dalam portofolio, cadangan devisa global setelah dolar AS.
Baca Juga: Ini Penyebab Emas Jadi Logam yang Sangat Berharga
Pada 2024, porsi emas dalam cadangan resmi global mencapai sekitar 19%, meningkat dari 16,5% pada 2023. Sementara itu, porsi euro turun menjadi 16% dan dolar AS tetap mendominasi dengan kontribusi sekitar 47%, menurut perhitungan dari data ECB.
Bank sentral menyimpan emas dan mata uang asing sebagai instrumen likuid untuk mengelola risiko ekonomi, menjaga stabilitas nilai tukar, serta menghadapi tekanan eksternal.
Emas dinilai memiliki ketahanan nilai dalam jangka panjang, terutama dalam kondisi volatilitas tinggi. Saat ini, lebih dari 20% permintaan emas dunia berasal dari bank sentral, meningkat signifikan dari hanya sekitar 10% pada dekade 2010-an.
ECB mencatat bahwa minat terhadap emas semakin tinggi di negara berkembang dan pasar negara maju yang khawatir terhadap risiko sanksi serta penurunan peran mata uang dominan dalam sistem keuangan global.
Baca Juga: Bitcoin Jadi Aset Terbesar Kelima di Dunia, Lampaui Amazon dan Google
Reli harga emas dalam beberapa tahun terakhir mencapai rekor tertinggi, termasuk pada 2025. Namun, lonjakan ini disertai dengan volatilitas tinggi yang dipicu oleh dinamika kebijakan perdagangan AS dan ketidakpastian global lainnya.
Titik balik utama terjadi sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, yang memicu ketidakpastian geopolitik serta inflasi global, dan mendorong pelarian dana ke aset lindung nilai seperti emas. Sejak saat itu, ketidakpastian global terus meningkat.