Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATIKAN. Vatikan mengumumkan bahwa konklaf untuk memilih paus baru akan dimulai pada 7 Mei 2025. Pengumuman ini mengonfirmasi informasi sebelumnya yang diterima Reuters dari seorang sumber.
Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan tertutup para kardinal, yang merupakan pertemuan pertama sejak pemakaman Paus Fransiskus pada Sabtu lalu.
Sekitar 135 kardinal dari berbagai belahan dunia, yang berusia di bawah 80 tahun, berhak mengikuti pemungutan suara untuk memilih pemimpin baru Gereja Katolik, yang saat ini memiliki 1,4 miliar anggota.
Pemilihan ini berlangsung di tengah kekhawatiran terkait kondisi keuangan Gereja serta perpecahan internal mengenai doktrin.
Baca Juga: Benarkah Kardinal Suharyo Ikut Konklaf Pemilihan Paus Baru di Vatikan? Cek Jawabannya
Pada Senin, Kapel Sistina yang dibangun pada abad ke-16 ditutup untuk umum guna mempersiapkan pelaksanaan konklaf. Pemilihan akan berlangsung di bawah pengawasan teknologi anti-mata-mata modern, namun tetap mempertahankan ritual kuno yang telah diwariskan.
Konklaf pada 2005 dan 2013 masing-masing hanya memakan waktu dua hari. Namun, Kardinal Anders Arborelius dari Swedia memperkirakan pemungutan suara kali ini dapat berlangsung lebih lama.
Hal ini disebabkan banyak kardinal yang baru diangkat oleh Paus Fransiskus belum saling mengenal.
Fransiskus selama masa kepemimpinannya memprioritaskan pengangkatan kardinal dari negara-negara yang sebelumnya belum pernah memiliki perwakilan, seperti Myanmar, Haiti, Rwanda, dan Swedia.
Baca Juga: Dalam Homilinya, Dekan Dewan Kardinal Sebut Paus Fransiskus Gembala Umat Hingga Akhir
"Kami tidak saling mengenal," kata Arborelius.
Sebelumnya, Vatikan menyatakan konklaf dapat dimulai secepatnya pada 6 Mei. Namun, dengan dimulainya pada 7 Mei, para kardinal akan memiliki waktu lebih banyak untuk berdiskusi dalam pertemuan umum sebelum pemungutan suara dimulai.
Sekitar 190 kardinal, termasuk sekitar 100 elektor, menghadiri pertemuan hari Senin. Beberapa isu utama yang dibahas meliputi skandal pelecehan seksual yang telah mengguncang Gereja selama bertahun-tahun, upaya penyebaran iman Kristen, hubungan antaragama, serta kriteria yang diperlukan untuk paus baru guna menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Beragam Visi untuk Masa Depan Gereja
Paus Fransiskus, yang memimpin sejak 2013, wafat pada 21 April dalam usia 88 tahun. Pemakamannya diikuti prosesi menuju makamnya di Basilika Santa Maria Maggiore, Roma, yang dihadiri lebih dari 400.000 orang.
Kardinal Walter Kasper dari Jerman menyatakan kepada surat kabar La Repubblica bahwa besarnya duka cita menunjukkan keinginan umat Katolik agar paus berikutnya melanjutkan gaya kepemimpinan reformis Fransiskus.
Sebagai paus pertama dari Amerika Latin, Fransiskus dikenal membuka ruang dialog dalam Gereja, termasuk membahas isu-isu seperti pentahbisan perempuan dan pendekatan terhadap umat Katolik LGBTQ.
"Umat Tuhan memilih dengan kaki mereka," ujar Kasper, yang kini berusia 92 tahun dan tidak akan ikut dalam konklaf. "Saya yakin kita harus melanjutkan jejak Fransiskus."
Baca Juga: Peti Jenazah Paus Fransiskus akan Disegel Malam Ini Melalui Ritual Liturgi
Senada dengan Kasper, Kardinal Gregorio Rosa Chavez dari El Salvador menyatakan, "Saya yakin paus baru akan seperti Fransiskus, dengan visi dan impian yang sama."
Namun, sebagian kardinal konservatif diperkirakan akan menentang arah ini. Mereka menginginkan paus yang lebih menegaskan tradisi dan membatasi upaya Fransiskus dalam membuat Gereja lebih inklusif.
Kardinal Gerhard Ludwig Mueller dari Jerman, yang dikenal dengan pandangan tradisionalis dan kerap berselisih dengan Fransiskus, menegaskan pentingnya mempertahankan kebenaran Gereja.
"Kekuatan Gereja terletak pada kebenaran, bukan pada kompromi," kata Mueller kepada La Stampa.