Sumber: Channelnewsasia.com | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Korea Utara menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ke laut lepas pantai timurnya pada Senin (27 Maret) pagi, kata militer Korea Selatan. Peristiwa itu merupakan serangkaian peluncuran di tengah latihan militer oleh AS dan Korea Selatan.
Rudal ditembakkan dari provinsi Hwanghae Utara pada pukul 7.47 pagi dan terbang sekitar 370 km, kata Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan.
Kedua rudal tampaknya telah mendarat di luar zona ekonomi eksklusif Jepang, menurut media Jepang.
Militer Korea Selatan mengutuk keras peluncuran tersebut sebagai provokasi serius yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, dan menyerukan penghentian segera.
Baca Juga: Korea Utara Uji Coba Drone Tempur Bawah Laut Berkemampuan Nuklir
"Kami akan terus mengawasi berbagai aktivitas Korea Utara dan mempertahankan postur kesiapan yang kuat berdasarkan kemampuan untuk menanggapi provokasi apa pun secara berlebihan," kata JCS dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Jepang juga mengajukan protes keras kepada Korea Utara, dan mengatakan peluncuran misilnya mengancam keselamatan dan perdamaian Jepang, kawasan itu, dan komunitas internasional.
Peluncuran itu adalah yang terbaru dari serangkaian uji senjata oleh Korut, termasuk penembakan beberapa rudal jelajah pada Rabu yang menurut Pyongyang ditujukan untuk melatih serangan nuklir taktis.
Pada hari Jumat, Korea Utara mengatakan telah menguji drone serangan bawah air berkemampuan nuklir baru. Pemimpin Kim Jong Un memperingatkan bahwa latihan militer bersama oleh Korea Selatan dan AS harus dihentikan.
Baca Juga: Kim Jong Un Minta Militernya Siapkan Serangan Nuklir untuk Mencegah Perang
Sekutu menyelesaikan latihan musim semi reguler mereka, yang disebut Freedom Shield 23, minggu lalu, tetapi pelatihan lapangan lainnya berlanjut, termasuk latihan pendaratan amfibi yang melibatkan kapal serbu amfibi AS.
Pyongyang telah lama marah pada latihan sekutu, dengan mengatakan mereka sedang mempersiapkan invasi ke Korea Utara.
Korea Selatan dan Amerika Serikat mengatakan latihan itu bersifat defensif.