Reporter: Harris Hadinata | Editor: Harris Hadinata
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mungkin Anda merasakan belakangan cuaca amat panas, kendati sesekali hujan turun. Dunia saat ini memang tengah menghadapi pemanasan global yang kian akut.
Ini terungkap dalam laporan "Asia Pacific Disaster Report 2025: Rising Heat, Rising Risk" yang dipublikasikan United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP), Rabu (26/11/2025). Bahkan, menurut ESCAP, panas ekstrem yang melanda bumi berpotensi menimbulkan bencana.
Laporan ESCAP menunjukkan, kenaikan suhu berdampak pada semua. Risiko kenaikan suhu juga makin luas dan semakin intensif terhadap sistem pangan, kesehatan masyarakat, kehidupan perkotaan, mata pencaharian pedesaan, infrastruktur, dan ekosistem.
Baca Juga: Hadapi Ancaman China, Taiwan Perbesar Anggaran Pertahanan
ESCAP juga mencatat tahun 2024 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat secara global. Secara khusus, negara-negara di Asia dan Pasifik mengalami episode panas yang parah, termasuk gelombang panas di Bangladesh yang memengaruhi sekitar 33 juta orang dan di India yang menyebabkan sekitar 700 kematian.
Panas ekstrem yang berlanjut juga berpotensi menimbulkan bencana yang merugikan secara ekonomi. ESCAP memprediksi, pada 2100 mendatang, nilai kerugian bencana regional dapat meningkat menjadi US$ 498 miliar.
Sementara saat ini, proyeksi nilai kerugian akibat bencana diprediksi sebesar US$ 418 miliar. Frekuensi hari-hari dengan tingkat suhu di atas ambang batas panas kritis diperkirakan akan meningkat tajam.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Rabu (26/11) Pagi: Brent ke US$ 62,67 & WTI ke US$ 58,09
Laporan ESCAP tersebut juga mendapati, Indonesia termasuk sebagai salah satu negara yang menghadapi ancaman suhu ekstrem terbesar. Sebagian kawasan Asia Tenggara, serta Australia dan kawasan Asia Selatan dan Barat Daya, dinilai cenderung mengalami paparan panas kronis.
Suhu di perkotaan yang padat, seperti Seoul, Tokyo, Beijing, Delhi, Manila, Jakarta, dan Phnom Penh, diprediksi akan meningkat jadi jauh lebih panas. Pemanasan di perkotaan diprediksi menambah panas global sekitar 2°C hingga 7°C.
ESCAP menilai kondisi ini bisa berdampak terhadap ekonomi. Pasalnya, pekerja informal yang beraktivitas di luar ruangan, berpotensi terdampak. Di Indonesia, porsi pekerja informal ini cukup besar.
Baca Juga: Bank Sentral Selandia Baru Pangkas Suku Bunga Jadi 2,25%
“Respons kebijakan harus mengantisipasi dampak, mengurangi paparan dan kerentanan dalam skala besar, serta melindungi mereka yang paling berisiko,” kata Armida Salsiah Alisjahbana, Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Sekretaris Eksekutif ESCAP, dalam keterangan resmi, Rabu (26/11/2025).
Untuk membantu negara-negara mengatasi panas ekstrem, ESCAP merencanakan tiga inisiatif regional baru. Pertama, meningkatkan skema perlindungan sosial yang tangguh iklim dan inklusif.
Kedua, ESCAP mengusulkan membangun koridor pendingin hijau lintas batas. Ketiga, ESCAP menggunakan solusi inovatif berbasis ruang angkasa untuk memperkuat kesiapsiagaan terhadap panas dan sistem peringatan dini.













